09 Januari, 2010

blok 11 lbm 1.infeksi bakteri

LAPORAN SGD
LBM 1
Penyakit Infeksi


SGD 5

Aria Rahmadani
Febriana Pisca
Nisa Cendikiani
Purna Waluyojati
Radella Istiqomah
Rista Afriani
Tristiarina Agatri
Wahyu kusumaningtyas
Widia Febrianti
Yayuk C




UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2010



STEP 1
1. Infeksi : adanya suatu organism pada jaringan yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.
2. Bakteri : suatu divisi kingdom prokariotik, mikroorganisme prokariotik bersel tunggal yang dapat dilihat morfologinya dengan mikroskop.
3. Sirkulasi : peredaran, gerakan dengan arah yang reguler
4. Manifestasi oral : LI
STEP 2
• Infeksi bakteri pada system pernafasan, pencernaan , urinaria, dan sirkulasi
STEP 3
• Infeksi bakteri pada system pernafasan
1. TBC
 Etiologi : infeksi bakteri myobacterium tuberculosis
 Gejala Klinis : batuk yang tidak spesifik tetapi progresif, batuk yang menaun dan berlendir terutama saat bangun tidur, terdapat rasa sakit pada dada dan pada pungung, berat badan menurun dan badan semakin melemah dalam beberapa tahun, panas ringan pada sore hari dan berkeringat pada malam hari.
 Patofisiologi & cara penularan:
 Pemeriksaan : Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang : roentgen , pemeriksaan LED
 Manifestasi oral :
 Pengobatan :
Obat primer: INH / isoniazin, rifam pisin, etanbutol
Obat sekunder : eksionamik, sikloserin, amitasin
2. Pneumonia
 Etiologi : bakteri diplococus pneumonia
 Gejala klinis : nafas cepat dan sesak karena paru meradang secara mendadak yang beratnya ditandai dengan adanya batuk dan kesukaran bernafas disertai gejala sianosis central dan tidak dapat minum.
 Patofisiologi : udara masuk, pisca
 Pemeriksaan : auskultasi paru
 Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah tepi , jika fasilitas memungkinkan, pemeriksaan kultur darah, photo ronsen.
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : antibiotic, Yg parah diberikan : metafirin dan steroid, mencegah : vaksinasi, edukasi

3. Tonsilitis
 Etiologi : infeksi bakteri streptococcus
 Gejala klinis : nyeri tenggorokan , sakit menelan, loyo , halitosis, demam tinggi
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : antibiotic : penicillin , eritomicin , pengangkatan tonsil, jk penyebabnya bakteri antibiotic na per oral 10 hari

4. Bakterial pharingitis
 Etiologi : bakteri mikroplasma …..
 Gejala klinis : sakit tenggorok, mual, nyeri kepala
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : penicilin
5. Sinusitis
 Etiologi : streptococcus pneumonia….
 Gejala klinis : hidung tersumbat, batuk berkepanjangan, nyeri menelan
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan : pemeriksan fisik
 Pemeriksaan penunjang : CT scan dan MRI
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : amoksisilin, azithromycin, cotrimuxazole
6. Difteri
 Etiologi : corynebacterium difteriae
 Gejala klinis : timbul 1-4 hari setelah infeksi, nyeri tenggorok, penyumbatan laring atau faring oleh lender.
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : antibiotic : penicillin , eritromicin
7. Ispa


• Infeksi bakteri pada system pencernaan
1. Diare
 Etiologi :
 Gejala klinis :
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan :


2. Kolera
 Etiologi : infeksi bakteri vibrio colerae
 Gejala klinis : berak yang encer tanpa di dahului rasa mules dan berkali-kali disertai muntah saat berak, kejang otot perut yang sangat hebat, detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hipotensi,
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : harus segera diopnam  diberi obat tetracycline, doksicyclin, fibromycin


3. Disentri
 Etiologi : Sygella echerecia colli, camphilo bacter jejuni
 Gejala klinis : buang besar dg tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan bercampur lender atau mucus, nyeri saat buang air besar
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan tinja ( makroskopis,benzidin test, biakan tinja, pemeriksaan darah rutin)
 Manifestasi oral :
 Pengobatan :

• Infeksi bakteri pada system urinaria
1. ISK
 Etiologi : e. colli
 Gejala klinis : merah, ulcer di uretra, adanya nanah pada awal miksi
 Patofisiologi : …..
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : antibiotic yang dapat membunuh ….


• Infeksi bakteri pada system sirkulasi
1. Bacterial endocarditis
 Etiologi : streptococcus dan staphilococus
 Gejala klinis :
 Patofisiologi :…..
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : terapi antibiotic profilaksis,


















STEP 4
Infeksi Bakteri

S pernafasan S. pencernaan S. urinaria S. sirkulasi
TBC Diare ISK Bacterial Endocarditis
Pneumonia Kolera Miocarditis
B. pharingitis Disentri Pericarditis
Sinusitis
Tonsilitis
difteri

Etiologi

Gejala Klinis

Patofis

Pemerisaan

Pengobatan


STEP 7
• Infeksi bakteri pada system pernafasan
1. TBC
 Etiologi : infeksi bakteri myobacterium tuberculosis, mycobacterium overcanum, m . kansasii
 Gejala Klinis : batuk yang tidak spesifik tetapi progresif, batuk yang menaun dan berlendir terutama saat bangun tidur, terdapat rasa sakit pada dada dan pada pungung, berat badan menurun dan badan semakin melemah dalam beberapa tahun, panas ringan pada sore hari dan berkeringat pada malam hari.
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnose secara klinik.
Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
 Patofisiologi dan cara penularan:
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi social ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

 Pemeriksaan : anamnesis, pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang : roentgen , pemeriksaan LED, tes kulit, pemeriksaan sputum, pemeriksaan serosidase, Uji tuberkulin.
 Manifestasi oral : ulserasi di sudut mulut dan dorsum lidah
 Pengobatan : pemberian antibiotik
Obat primer: INH / isoniazin, rifam pisin, etanbutol, pirazinamide
Obat sekunder : eksionamik, sikloserin, amitasin
 Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

2. Pneumonia
 Etiologi : bakteri diplococus pneumonia, streptococcus pneumonia, staphylococcus aureus,
 Gejala klinis : nafas cepat dan sesak karena paru meradang secara mendadak yang beratnya ditandai dengan adanya batuk dan kesukaran bernafas disertai gejala sianosis central dan tidak dapat minum.
Demam , batuk sputum, batuk produktif, menggigil, berkeringat, lelah, ……
 Patofisiologi :
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi½ dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik , benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas.

 Pemeriksaan : auskultasi paru, diagnosis
 Pemeriksaan penunjang :
- Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
- Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.
- Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
- Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
o Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
o Penebalan pleura pada pleuritis
o Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel

 Pengobatan : antibiotic, Yg parah diberikan : metafirin dan steroid, mencegah : vaksinasi, edukasi
3. Tonsilitis
 DEFINISI
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil (amandel).
Tonsilitis sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak.
 Etiologi : streptococcus pyogenes
Penyebabnya adalah infeksi bakteri streptokokuks atau infeksi virus (lebih jarang).
Tonsil adalah kelenjar getah bening di mulut bagian belakang (di puncak tenggorokan).
Tonsil berfungsi membantu menyaring bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi.
Tonsil bisa 'dikalahkan' oleh infeksi bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsilitis.
Infeksi juga bisa terjadi di tenggorokan dan daerah sekitarnya, menyebabkan faringitis.
 Gejala klinis : nyeri tenggorokan , sakit menelan, loyo , halitosis, demam tinggi
Gejalanya berupa nyeri tenggorokan yang semakin parah jika penderita menelan.
Nyeri seringkali dirasakan di telinga karena tenggorokan dan telinga memiliki persarafan yang sama.
Anak-anak yang lebih kecil biasanya tidak mengeluhkan tenggorokannya nyeri, tetapi mereka tidak mau makan.
Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala dan muntah.
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan : Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan penunjang :
Hitung darah lengkap dengan hitung jenis leukosit
Tes antibody heterofil
Swab tenggorok
Rontgent toraks
Dilakukan pembiakan apus tenggorokan di laboratorium untuk mengetahui bakteri penyebabnya.
 Manifestasi oral: tonsil membesar
 DD : pharingitis, radang tenggorok, limfoma, leukemia, tuberculosis, kanker
 Pengobatan : antibiotic : penicillin , eritomicin , pengangkatan tonsil, jk penyebabnya bakteri antibiotic na per oral 10 hari
Untuk Streptococus pyogenes : benzilpenisilin intravena bila infeksi berat, amoksisilin/ penisilinV orsl bils infeksi ringan atau sedang
Analgesia local( benzidamin/ aspirin kumur)
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) selama 10 hari. Jika anak mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.

Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika:
- tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih/tahun
- tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih/tahun dalam kurun waktu 2 tahun
- tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih/tahun dalam kurun waktu 3 tahun
- tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

4. Bakterial pharingitis
 Etiologi : bacterial pharingitis. Bakteri B-hemolitik grup A
Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% padafaringitis dewasa.
 Gejala klinis : sakit tenggorok, mual, nyeri kepala, luka , adenophalgia, disphalgia, demam
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan : pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang : kultur tenggorokan
 DD : tonsilitis
 Pengobatan : penicillin, eritromicin
5. Sinusitis
1. Sinusitis akut
Akibat obstruksi alian sekresi dari sinus yang menyebabkan infeksi, biasanya setelah initis alegi akut maupun konis juga akibat lain seperti deviasi septum nasal, polips, tumor, inhalasi polusi udara konis / penggunaan kokain, tauma facial, intubasi naso tacheal / fibrosis cistic

2. Sinusitis konis
Membran mukosa menjadi tebal secara pemanen akibat inflamasi lama atau berulang atau inflamasi. > dari 6 bulan

3 Sinusitis sub akut : < dari 6 bulan

 Etiologi : Streptococcus pneumoniae, haemophilus inluenza, diplococcus, bacteioides, infeksi anaerob.
Sinusitis sering timbul pada sinus maxillaris dan fontalis……
 Gejala klinis : Gejala sinusitis yang paling umum adalah sakit kepala, nyeri pada daerah wajah, serta demam. Hampir 25% dari pasien sinusitis akan mengalami demam yang berhubungan dengan sinusitis yang diderita. Gejala lainnya berupa wajah pucat, perubahan warna pada ingus, hidung tersumbat, nyeri menelan, dan batuk. Beberapa pasien akan merasakan sakit kepala bertambah hebat bila kepala ditundukan ke depan. Pada sinusitis karena alergi maka penderita juga akan mengalami gejala lain yang berhubungan dengan alerginya seperti gatal pada mata, dan bersin bersin.migren
 Patofisiologi : infeksi saluran napas atas  bakteri masuk  sinusitis
 Pemeriksaan : pemeriksan fisik, THT, aspirasi sinus
 Pemeriksaan penunjang : rontgent sinus, CT scan dan MRI, lavase antrum, antroskopi dan biopsi
 Manifestasi klinis : Pembengkakan dan kongesti nasal, headeache, facial pessure dan nyeri, tenderness, demam ingan, dan drainase puulen / darah.
 Pengobatan :
Antibiotic:
 Akut : amoksisilin, eritromisin/ koamoksiklav
 Kronik :
Dekongestan
Pembedahan
Kortikosteroid topical
6. Difteri
 Etiologi : Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
 Gejala klinis : timbul 1-4 hari setelah infeksi, nyeri tenggorok, penyumbatan laring atau faring oleh lender.demam, nyeri telan
 Patogenesis : Corynobacterium diptheriae relatif noninvasive dan menyebabkan reaksi inflamasi ringan pada tonsil. Virulensi berasal dari produksi eksotoksin poten yang menghambat sintesis protein dengan mempengaruhi mRNA. Secara local hal tersebut menyebabkan nekrosis epitel, perlekatan membrane, dan edema sekitarnya. Dengan semakin banyak toksin yang dihasilkan, toksin tersebut diabsorbsi dari membrane ke dalam aliran darah sehingga mempengaruhi jantung dan saraf. Toksin tersebut diabsorbsi dari membrane ke dalam aliran darah sehingga mempengaruhi jantung dan saraf. Toksin mudah diabsorbsi dari tenggorok, tetapi hanya sedikit diabsorbsi dari hidung, laring/ kulit. Strain nontoksigenik dari C. diptheriae mendapat kemampuan untuk menghasilkan toksin bila terinfeksi dengan bakteriofag yang mengkode gen toksin.
 Pemeriksaan : apus tenggorokan
 Pemeriksaan penunjang : EKG
 Pencegahan : vaksin DPT ( anak2) & dewasa (DT)
 Dd : laryngeal diptheri
 Manifestasi klinis :
Demam
Kram perut
Diare disertai darah, pus
 Pengobatan : antibiotic : penicillin , eritromicin, antitoksin, kortikosteroid

• Infeksi bakteri pada system pencernaan
1. Diare
 Etiologi : Clostridium difficile
 Manifestasi klinis :
Diare umumnya mulai terjadi 4-10 hari ( hingga 4 minggu) setelah penggunaan awal antibiotic
Tinja biasanya cair
Keparahan bervariasi dari diare ringan hingga yang parah
Demam, nyeri dan nyeri tekan perut , serta leukositosis umum terdapat pada kasus berat.
 Patogenesis :
C. difficile menghasilkan 2 jenis eksotosin: enterotoksin A & sitotoksin B yang dapat menyebabkan inflamasi mukosa kolon dan sekresi cairan.
Terapi antibiotic mengganggu flora normal usus dan mempermudah C. difficile untuk berkembangbiak dan menghasilkan toksin.
 Pemeriksaan : anamnesis
 Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan tinja, sigmoidoskopi, biopsy rektum
 Pengobatan :
Di rumah sakit, pasien terinfeksi harus dirawat di bawah tindakan pencegahan enteric yang ketat
Kasus ringan hanya membutuhkan penghentian antibiotic. Pada kasus lainnya vankomisin / metronidazol oral cukup efektif
Rekurensi multiple sulit untuk diobati
Obat antimotilitas sebaiknya dihindari
 Perawatan Anak yang mengalami diare berat dan lama yang disertai dengan demam, muntah, atau nyeri perut atau yang kotorannya terdapat darah atau lendir harus segera dibawa ke dokter. Walaupun anak tidak menunjukkan gejala-gejala di atas tetapi anak tampak mengalami dehidrasi dengan tanda-tanda mulut dan lidah kering, kulit yang kering dan pucat, mata cowong, penurunan aktivitas (tampak mengantuk atau lelah), dan menurunnya jumlah kencing dari biasanya juga harus segera dibawa ke dokter.Perawatan utama terhadap anak yang mengalami diare adalah pemberian cairan yang adekuat dengan cairan yang sesuai. Cairan ini dapat diberikan baik melalui mulut ataupun melalui infus bila anak mengalami dehidrasi sedang sampai berat. Bayi dan anak kecil sebaiknya tidak diberi cairan berupa air saja karena air tidak mengandung garam dan mineral serta zat gizi yang diperlukan.Prinsip utama perawatan diare adalah penggantian cairan serta garam dan mineral yang hilang melalui kotoran, muntah dan demamnya. Perkiraan jumlah cairan yang hilang dan beratnya muntah serta diare akan menentukan jenis terapi yang akan diberikan oleh dokter.
2. Kolera
 Etiologi : infeksi bakteri vibrio colerae
 Manifestasi klinis : berak yang encer tanpa di dahului rasa mules dan berkali-kali disertai muntah saat berak, kejang otot perut yang sangat hebat, detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hipotensi,
Gejala yang khas : muntah dan diare cair yang banyak dengan onset mendadak disertai kram perut , tidak terjadi demam.
Tinja berwarna putih-kekuningan dengan bintik lendir dan volume hariannya sering mencapai bbrp liter
Dehidrasi cepat yang menyebabkan syok dan kematian dapat terjadi dalam bbrp jam
Kasus ringan dan tampak juga terjadi
Diare menghilang dan menyembuh dalam bbrp hari
 Gejala dan Tanda Penyakit Kolera
Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2 minggu belum merasakan keluhan berarti, Tetapi saat terjadinya serangan infeksi maka tiba-tiba terjadi diare dan muntah dengan kondisi cukup serius sebagai serangan akut yang menyebabkan samarnya jenis diare yg dialami.

Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan, antara lain ialah :
- Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
- Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
- Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
- Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
- Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
- Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
- Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
 Patogenesis :
Diare disebabkan oleh aksi toksin kolera (suatu enterotoksin) melalui stimulasi jalur adenilat siklase/ AMP siklik dan kemungkinan melalui factor sekretori lainnya
Imunitas local pada usus yang melawan spesifik terbentuk setelah pemulihan.
 Penyebaran Penularan Penyakit Kolera
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Meskipun sudah banyak penelitian bersekala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kedokteran modern. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.

Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri kolera, Bahkan air tersebut (seperti disungai) dijadikan air minum oleh orang lain yang bermukim disekitarnya.
 Pemeriksaan : pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang :mikroskopi lapang gelap, kultur jaringan, probe DNA dan perangkar diagnostic berbasis PCR
 Pengobatan : harus segera diopnam  diberi obat tetracycline, doksicyclin, fibromycin
Penggunaan dini suplemen rehidrasi oral untuk mengoreksi kehilangan cairan dan elektrolit.
Pasien dehidrasi berat harus mendapatkan cairan intravena
Siproflaksin / norfloksasin
 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kolera
Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan penaganan segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang terjadi.

Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia. (massachusetts medical society, 2007 : Getting Serious about Cholera).
 Pencegahan Penyakit kolera
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.

Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.
3. Disentri
 Etiologi : s. dysentriae tipe 1, salmonella, campylobacter jejuni
Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella [2].
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
Salmonella
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi

 Gejala klinis : buang besar dg tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan bercampur lender atau mucus, nyeri saat buang air besar
 Gejala-gejala disentri antara lain adalah:
• Buang air besar dengan tinja berdarah
• Diare encer dengan volume sedikit
• Buang air besar dengan tinja bercampur lender(mucus)
• Nyeri saat buang air besar (tenesmus)

 Patogenesis :
Setelah masuk organism menginvasi mukosa kolon dan menyebabkan inflamasi, ulserasi, perdarahan, dan pengelupasan serta sekresi cairan
Sd 1 jg memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan mikroangiopatisehingga terhadi syndrome hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik.
 Pemeriksaan : pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang : kultur tinja
 Manifestasi klinis :
Banyak infeksi tidak tampak atau bersifat ringan
Penyakit dimulai dari malaise, rasa tidak nyaman di perut, dan diare cair
Pada kasus berat timbul gambaran klasik disentri : demam , kram perut berat, tenesmus, keluarnya tinja dengan volume yang sangat sedikit yang hanya mengandung darah, pus, dan lender
Sering terdapat karier konvalesens setelah pemulihan secara klinis namun biasanya menghilang dalam 8 minggu.
 Pengobatan :
Sebagian besar kasus bersifat ringan dan hanya membutuhkan perhatian terhadap asupan cairan oral yang adekuat.
Infeksi berat membutuhkan antibiotic: siprofloksasin ( dewasa) dan trimetoprim ( anak-anak)
• Infeksi bakteri pada system urinaria
a. ISK
 Etiologi : Penyebab utama ISK (sekitar 85%) adalah bakteri Eschericia coli (Coyle & Prince, 2005).
 Gejala klinis :
- Sakit di perut bagian bawah, di atas tulang kemaluan
- Kencing sakit terutama pada akhir kencing
- Anyang-anyangan atau kencing tidak tuntas dan rasa masih ingin kencing lagi. Walaupun bila dicoba untuk berkemih
tidak ada air kemih yang keluar.
- Sering berkemih
- Jika infeksi sudah berlanjut jauh, bisa demam.
 Gejala ISK
Tidak semua penderita merasakan gejala ISK tapi umumnya ada satu gejala yang mereka rasakan walau tidak terlalu menganggu. Gejalanya antara lain, sering kencing dan kesakitan saat kencing, rasa sakit sampai terbakar pada kandung kemih.
Pada perempuan merasakan ketidaknyamanan pada tulang kemaluan. Umumnya orang yang menderia ISK akan selalu ingin kencing tetapi kencing yang dikeluarkan sangatlah sedikit.
Air kencingnya sendiri bisa berwarna putih, cokelat, kemerahan. ISK tidak akan menyebabkan demam selama masih menginfeksi urethra dan kandung kemih, demam muncul bila ginjal sudah kena. Gejala lain saat ginjal terinfeksi adalah adanya rasa sakit pada punggung, mual, atau muntah.

 Patofisiologi :
Pertama tama, bakteri akan menginap di urethra dan berkembang biak disana. Akibatnya, urethra akan terinfeksi yang kemudian disebut dengan nama urethritis. Jika kemudian bakteri naik ke atas menuju saluran kemih dan berkembang biak disana maka saluran kemih akan terinfeksi yang kemudian disebut dengan istilah cystitis. Jika infeksi ini tidak diobati maka bakteri akan naik lagi ke atas menuju ginjal dan menginfeksi ginjal yang dikenal dengan istilah pyelonephritis.
Mikroorganisme seperti klamidia dan mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK namun infeksi yang diakibatkan hanya terbatas pada urethra dan sistem reproduksi. Tidak seperti E. coli, kedua kuman ini menginfeksi orang melalui perantara hubungan seksual.

 Pemeriksaan : pemeriksaan fisik lengkap
 Pemeriksaan penunjang :tes laboratorium, tes urin
ISK bag atas
Kultur darah
Hitung darah lengkap, LED, hitung jenis leukosit
Profil biokimia
Rontgent toraks
Semua
Urin porsi tengah untuk mikroskopi, kultur dan sensitivitas.
 Pengobatan :
Semua
ISK bag atas : antibiotic intravena : sefuroksim
ISK bag bawah : antibiotic oral : trimetoprim, koamoksiklav, siprofloksasin
 Pengobatan ISK
Infeksi saluran kencing diobati dengan obat obatan antibiotika. Pilihan obat dan lamanya pengobatan terggantung dari lamanya infeksi dan jenis kumannya. Bila memang gejala diatas muncul, sebaiknya segera ke dokter untuk memperoleh pengobatan.
 Pencegahan ISK
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah ISK antara lain :
• Minumlah banyak cairan setiap hari.
• Segeralah kencing bila ingin kencing, jangan hobi menahan kencing.
• Untuk perempuan saat cebok, basuhlah dari depan ke belakang bukan sebaliknya.
• Pilihlah shower saat mandi dibandingkan dengan bath tub.
• Bersihkan kelamin saat akan berhubungan intim.
• Hindari penggunaan cairan yang tidak jelas manfaatnya pada alat kelamin. Cairan ini dapat mengiritasi urethra.
• Infeksi bakteri pada system sirkulasi
Endokarditis Bakterial adalah penyakit infeksi oleh organisme pada permukaan endokardial atau jaringan endothelial jantung, termasuk katup jantung (baikyang alami atau prostetik), endokardium muralis, korda tendinae atau defek septum (Talib 2001, Keith 2000, Gerardo 2003)
o Etiologi
Endocarditis:
 Streptococus viridians
 Staphylococus aureus : endokarditis sub akut
 Coxiella burnetti
 Streptococus pyogenes
Miokarditis
 Streptococcus pyogenes
 Staphylococus aureus
 Corynebacterium diptheriae

Perikarditis
 Staphylococus aureus
 Demam reuma
 Myobacterium tuberculosis
o Pemeriksaan penunjang u ke3 infeksi :
i. Hitung darah lengkap, hitung jenis leukosit, dan LED
ii. Profil biokimia
iii. Rontgent toraks
iv. MI
v. EKG
vi. Ekokardiogram
o Pengobatan
Endokarditis
- Antibiotic IV:
 S. viridians : benzylpenisilin, penisilin
 S. aureus : flukloksasilin
 E. faecalis : ampisilin
 Dengan gentamisin insial slm 2 minggu (S. viridians) / 4 minggu (E. faecalis dan S. aureus) diikuti oleh antibiotic oral selama 4 minggu
- Pembedahan pada kasus inkompetensi katup akut
Miokarditis
- Obat antimikroba bila penyebab spesifik telah teridentifikasi
- Imunosupresif bila penyakit berat dan diperkirakan terdapat etiologi virus
Perikarditis :
- Obat antimikroba ( rifampizin, isoniazid, ertambutol, dan pirazinamideuntuk perikarditis tuberculosis
- Aspirin/ obat2 anti-infllamsi nonsteroid lainnya
o Manifestasi klinis
- Demam (biasanya derajat rendah), berkeringat, gejala menyerupai influenza( mialgia, artralgia, malaise) dan penurunan BB
- Jari tubuh (20%), splenomegali(50%) , dan anemia(80%)
- Perubahan bising jantung
- Perdarahan splinter, lesi kulit vaskulitik, nodus Osler, Roth spot, petekie membrane mukosa
- Bukti adanya embolisme mayor
 Pemeriksaan Penunjang Endokarditis
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis (neutrofilia), anemia normositik normokrom, peningkatan laju endap darah (LED), immunoglobulin serum meningkat, uji fraksi gamaglobulin positif, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, C-reactive protein walau tidak spesifik meningkat, faktor rheumatoid positif, serta kadar bilirubin darah sedikit meningkat. Pada pemeriksaan urin didapat proteinuria dan mikrohematuria (Keith 2000, Gerardo 2003,).
Yang terpenting adalah kultur darah untuk menentukan mikroorganisme penyebab yang sedikitnya dua kali memberikan hasil yang sama dan uji resistensi antibiotik untuk menentukan antibiotik yang tepat (Keith 2000, Gerardo 2003).
Elektrokardiografi (EKG) diperlukan untuk mencari infark yang tersembunyi yang disebabkan emboli atau vegetasi pada arteri koronaria dan gangguan hantaran yang disebabkan oleh endokarditis(Soparman 1987).
Ekokardiografi diperlukan untuk melihat vegetasi pada katup aorta terutama vegetasi yang besar (>5 mm), melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif, mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis seperti prolaps mitral, dan melihat penutupan katup mitral yang lebih dini yang menunjukan kerusakan pada katup aorta(Soparman 1987).
Photo thoraks penting dilakukan untuk mencari tanda – tanda gagal jantung kongestif sebagai salah satu komplikasi(Soparman 1987).

1 komentar:

  1. Irrespective of receiving daily oral or future injectable depot therapies, these require health care visits for medication and monitoring of safety and response. If patients are treated early enough, before a lot of immune system damage has occurred, life expectancy is close to normal, as long as they remain on successful treatment. However, when patients stop therapy, virus rebounds to high levels in most patients, sometimes associated with severe illness because i have gone through this and even an increased risk of death. The aim of “cure”is ongoing but i still do believe my government made millions of ARV drugs instead of finding a cure. for ongoing therapy and monitoring. ARV alone cannot cure HIV as among the cells that are infected are very long-living CD4 memory cells and possibly other cells that act as long-term reservoirs. HIV can hide in these cells without being detected by the body’s immune system. Therefore even when ART completely blocks subsequent rounds of infection of cells, reservoirs that have been infected before therapy initiation persist and from these reservoirs HIV rebounds if therapy is stopped. “Cure” could either mean an eradication cure, which means to completely rid the body of reservoir virus or a functional HIV cure, where HIV may remain in reservoir cells but rebound to high levels is prevented after therapy interruption.Dr Itua Herbal Medicine makes me believes there is a hope for people suffering from,Parkinson's disease,Schizophrenia,Cancer,Scoliosis,Fibromyalgia,Fluoroquinolone Toxicity
    Syndrome Fibrodysplasia Ossificans Progressiva.Fatal Familial Insomnia Factor V Leiden Mutation ,Epilepsy Dupuytren's disease,Desmoplastic small-round-cell tumor Diabetes ,Coeliac disease,Creutzfeldt–Jakob disease,Cerebral Amyloid Angiopathy, Ataxia,Arthritis,Amyotrophic Lateral Sclerosis,Alzheimer's disease,Adrenocortical carcinoma.Asthma,Allergic diseases.Hiv_ Aids,Herpe ,Copd,Diabetes,Hepatitis,I read about him online how he cure Tasha and Tara so i contacted him on drituaherbalcenter@gmail.com even talked on whatsapps +2348149277967 believe me it was easy i drank his herbal medicine for two weeks and i was cured just like that isn't Dr Itua a wonder man? Yes he is! I thank him so much so i will advise if you are suffering from one of those diseases Pls do contact him he's a nice man.

    BalasHapus