12 Januari, 2010

blok 11,3 infeksi virus

LAPORAN HASIL SGD
BLOK 11 LBM 3
“PENYAKIT INFEKSI VIRUS”


KELOMPOK SGD 5 :
Aria Rahmadani
Febriana Pisca Vicalista
Nisa Cindikaiani
Purna Waluyo Jati
Radella Istiqomah
Rista. A
Tristiarina Agatri
Wahyu kusumaningtyas
Widya Febrianti
Yayuk Catur

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG 2009/2010

BLOK 11 LBM 3
PENYAKIT INFEKSI VIRUS
Skenario
Pria berusia 48 tahun datang ke dokter dengan keluhan nyeri diperut sebelah kanan atas. Sejak seminggu lalu pasien merasa mual disertai muntah, serta air kencingnya berwarna gelap. Dari hasil anmanesa, diketahui bhwa pria tersebut adalah pengguna obat-obatandengan jarum suntik.
Dokter tersebut curiga adanya keterkaitan dengan infeksi virus, karena dari pemeriksaan obyektifnya, dokter menemukan adanya gejala fisik, intra oral, maupun ekstraoral, yang spesifik terhadap salah satu infeksi virus. Dokter tersebut kemudian menjelaskan adanya infeksi virus yang bermanifestasi pada oral.

STEP 1
Virus : agen infeksi sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop cahaya yang hanya mempunyai RNA.
STEP 2
• Infeksi Virus
STEP 3
• Pada sistem Genital
o AIDS
Etiologi : HIV
Gambaran klinis: penurunan sistem imun, mudah sakit, merasa lemah, hairy leukoplakia, herpes simpleks yang persisten.
Patofisiologi :
Pemeriksaan :
Pengobatan:
Cara penularan: jarum suntik, free sex, transfusi darah ,dari ibu ke janin
Cara pencegahan :
o HPV
Etiologi : HPV
Gambaran klinis : terdapat papil-papil pada cervix
Patofisologis :
Pemeriksaan : pap smear
Pengobatan:
Cara penularan: pengangkatan rahim
Cara pencegahan : vaksin gardasil


• Pada sistem Pencernaan
o Hepatitis (klasifikasi A,B,C)
Etiologi: HAV, HBV
Gambaran klinis : tidak nafsu makan, mual, muntah, demam
Patofis :
Pemeriksaan : lab (SGOT), serologi
Pengobatan : transplantasi hati
Cara penularan : darah, urin, feses, saliva, kontak seks
Cara pencegahan : vaksin hepatitis

o Cytomegalovirus
Etiologi : cytomegalovirus
Gambaran klinis: pembesaran hati dan limfa, trombositopenia
Patofis:
Pemeriksaan :
Pengobatan:
Cara penularan: ibu ke janin
Cara pencegahan:
• Pada sistem Pernafasan
o Influenza
Etiologi : Virus influenza A atau B
GK : demam, pilek, sakit kepala, batuk,malaise, peradangan pada selaput lendir hidung dan pernafasan.
Pemeriksaan :
Pengobatan :
Cara penularan : bersin, batuk, droplet
Cara pencegahan: vitamin, vaksin influenza
o TBC
Etiologi : HIV
Gambaran klinis :
o Mumps
Etiologi : paramyxovirus
GK: pembesaran kel. Parotid, nyeri tekan, sering lelah, demam, pusing, trismus
Patfis :
Pemeriksaan : klinis (palpasi), lab (hitung leukosit), tes serologik
Pengobatan : analgesik ringan, obat kumur
• Pada sistem Kulit
o Campak
Etiologi : paramyxovirus
GK: panas badan, nyeri otot, mata merah, batuk, pilek, nyeri tenggorokan
Pemeriksaan ; lab ( darah)
Cara penularan : droplet
Cara pencegahan : vaksin BCG
o Varicella zooster
Etiologi : virus varicella zooster
GK: terdpt vesikel pd kulit dan wajah, lesi berkeropeng dan akan sembuh dg sendirinya dan membentuk jar parut, panas, gatal
Pemeriksaan : lab, serologi, kultur, mikroskop
o Herpes
Etiologi : HSV I (mulut), HSV II (genital)
GK: vesikel pada mukosa membran mulut, genital, kulit,multipel, putih kekuningan, berbatas jelas, recurren herpes simpleks
Pemeriksaan :klinis, serologi
Pengobatan: acyclovir intravena
Cara penularan: kontak langsung dengan penderita
Cara pencegahan : menjaga imun

STEP 4
Konsep mapping








STEP 5
LI
• Pada sistem Genital
o AIDS
Etiologi :
Gambaran klinis:
Patofisiologi :
Pemeriksaan :
Pengobatan:
Cara penularan:
Cara pencegahan :
o HPV
Etiologi :
Gambaran klinis :
Patofisologis :
Pemeriksaan :
Pengobatan:
Cara penularan:
Cara pencegahan :


• Pada sistem Pencernaan
o Hepatitis (klasifikasi A,B,C)
Etiologi:
Gambaran klinis :
Patofis :
Pemeriksaan :
Pengobatan :
Cara penularan :
Cara pencegahan :

o Cytomegalovirus
Etiologi :
Gambaran klinis:
Patofis:
Pemeriksaan :
Pengobatan:
Cara penularan:
Cara pencegahan:
• Pada sistem Pernafasan
o Influenza
Etiologi :
GK :
Pemeriksaan :
Pengobatan :
Cara penularan :
Cara pencegahan:
o TBC
Etiologi :
Gambaran klinis :
o Mumps
Etiologi :
GK:
Patfis :
Pemeriksaan :
Pengobatan :
• Pada sistem Kulit
o Campak
Etiologi :
GK:
Pemeriksaan :
Cara penularan :
Cara pencegahan :
o Varicella zooster
Etiologi :
GK:
Pemeriksaan :
o Herpes
Etiologi :
GK:
Pemeriksaan :
Pengobatan:
Cara penularan:
Cara pencegahan :


STEP 6
• Belajar Mandiri
STEP 7
Infeksi Virus
Pada sistem Genital
a) AIDS
Etiologi: HIV-1
Gambaran Klinis:
• Infeksi primer:
o Asimtomatik
o Demam, ruam,dan limfanodenitis servikal
o Terdapat infeksi oprtunistik (kandidiasis orofaring, pneumocytis cranii)
o Pemulihan simtomatik terjadi setelah 1-2 minggu meskipun hitung CD4 jarang kembali kenilai sebelumnya.
• Fase asimtomatik(klasifikasi CDC kategori A)
o Individu yang terinfeksi baisanya tetap sehat tanpa bukti penyakit HIV kecuali untuk kemungkinan adanya limfadenopati generalisata persisiten (didefinisikan sbg pembesaran kelenjar 2 atau lebih lokasi ekstrainguinal)
• Fase simtomatik (kategori B)
o Penurunan BB kronik, demam atau diare, kandidiasis oral atau vagina, oral hairy leukoplakia (OHL), infeksi herpes zooster rekuren, radang panggul berat, angiomatosis basiler, displasia servikal.
Manifestasi oral:
- Karies gigi
- Lesi oral yang biasa terjadi : kandidiasis (pseudomembranus, eritematous, kelitis angularis), infeksi virus herpes simpleks, linear ginggival erytema, pembengkakan kelenjar parotis, stomatitis apthousa recuren)
Patofisiologis :
• Awalnya terjadi perlekatan antara glikoprotein (gp) 120 dan reseptor sel CD4, yang memicu perubahan konformasi pada gp 120 shg memungkinkan pengikatan dg koreseptor kemokin (biasanya CCR5 atau CXCR 4). Kemudian tjd penyatuan pori yg dimediasi oleh gp41
• Setelah berada di dalam CD4, salinan DNA ditranskipsi dari genom RNA oleh enzim reserve transcyptase (RT) yg dibawa oleh virus.
• Selanjutnya DNA ditransport kedalam nukleus dan terintegrasi secara acak didalam genom sel pejamu. Virus yg terintegrasi diketahui sebagai DNA provirus.
• Pada aktivasi sel pejamu, RNA ditranskipsi dari cetakan DNA ini, selanjutnya translasi menyebabkan produksi protein virus.
• Poliprotein prekursor dipecah oleh protease virus menjadi enzim. Hasil pecahan digunakan untuk menghasilkan partikel virus infeksius yang keluar dari permukaan sel dan bersatu dengan sel pejamu.
• Virus infeksius baru (virion) selanjutnya dapat menginfeksi sel yang belum terinfeksi dan mengulang proses tersebut
Pemeriksaan :
• Viral load (VL) dan hitung CD4 diperiksa secara teratur (setiap 8-12 minggu)
• Tes HIV biasanya dilakukan pada darah vena, tes skrining yang mendeteksi antibodi anti- HIV (igG dan igM) dan HIV p24 antigen.
• Deteksi virus menggunakan polymerase chain reaction (PCR)
Pengobatan:
• Aspek sosial
• Aspek medis :
o Pengobatan suportif
o Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik
o Pengobatan antiretroviral (ARV) bekerja langsung menghambat replikasi HIV. Obat ARV yang tersedia diindonesia adalah : Zidovudine, Lamivudine, Didanosine, Zalcitabine, Stavudine, Abacavir , Nevirapine, Evafirenz, Delaviridine, Indinavir, Nelfinavir, Saquinavir, Ritonavir, Amprenavir, Iopinavir,
Cara pencegahan :
• Hindarkan hubungan seksual diluar nikah.
• Hindari Kontaminasi dengan cairan tubuh terinfeksi
• Orang tergolong perilaku resiko tinggi tidak menjadi donor darah.
• Penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lain mis; akupunktur, jarum tatto, jarum tindik, hanya sekali pakai dan terjamin sterilitasnya.
• Jauhi narkoba, karena penyebaran HIV/AIDS di kalangan panasun (pengguna perilaku risiko lainnya.
Cara penularan :
• Secara seksual, parenteral (transfusi darah, jarum suntik, trauma akibat pekerjaan)
• Penularan dari ibu ke anak

b) Human Papiloma Virus (HPV)
Etiologi : HPV
Gambaran Klinis :
 Genital warts biasanya muncul sebagai benjolan kecil atau kelompok tonjolan pada daerah genital. Dapat berukuran kecil atau besar, berbentuk seperti kembang kol. berwarna merah muda, putih, abu-abu ataupun coklat.
 Kanker serviks
1. Pendarahan vagina yang tidak normal seperti :
 Pendarahan di antara periode menstruasi
 Pendarahan di luar waktu haid
 Periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
 Pendarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul
 Pendarahan sesudah menopause
2. Kelainan pada vagina (keluarnya cairan kekuningan, berbau)
3. Rasa sakit saat berhubungan seksual
4. Rasa sakit/ nyeri pada pinggul dan kaki

Gambaran klinis secara umum:
• Tanda-tanda terserang HPV sering hanya ditunjukkan oleh tumbuhnya kutil.
• Kutil yang tumbuh mungkin berwarna merah muda, putih, abu-abu ataupun coklat.
• Awalnya hanya berupa bintil-bintil kecil yang kemudian bersatu membentuk kutil yang lebih besar. Semakin lama kutil dapat menjadi semakin besar. Pertumbuhan kutil akan semakin besar dan banyak jika tumbuh di kulit lembab akibat kebersihan kulit kurang dijaga.
• Kutil-kutil ini dapat menyebabkan rasa sakit dan gatal sehingga membuat tidak nyaman dan sering kali baru disadari keberadaannya saat jumlahnya sudah bertambah banyak dan besar.
• Kutil dapat bertumbuh dengan cepat segera setelah terinfeksi atau pun beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah terinfeksi HPV, dan bahkan tidak pernah tumbuh sampai dinyatakan kita terinfeksi HPV (atau sampai kita menyadari bahwa kita terinfeksi HPV).
Gejala fisik yang terlihat pada wanita :
1. Kutil pada organ kelamin , dubur /anus atau pada permukaan vagina
2. Pendarahan yang tidak normal
3. Vagina menjadi gatal, panas atau sakit
Gejala fisik yang terlihat pada pria :
1. Kutil pada penis, anus atau skrotum
2. Kutil pada uretra (mungkin terjadi penurunan jumlah urin)
Manifestasi oral :
1. Sakit pada laryng (laryngitis) biasanya terjadi pada bayi.
2. Sakit saat menelan, Setelah berlangsung lama akan berakibat susah bernafas
3. Sakit pada lidah yang mengakibatkan hilangnya pengecapan.

Patofisiologi:
• Lesi abrasi, pada permukaan mukosa masuk ke lapisan basa, terjadi pembelahan secara cepat
• Masuk kedalam tubuh bersama sel didalam tubuh
• Bergerak ke lapisan kulit paling atas yaitu sel stratum basale yang mempunyai daya membelah yang paling dominan, kemudian terjadi pembelahan,
• Terjadi pelepasan virus beserta epitel deskuamasi
• HPV yang menyerang sel biasanya pada squamou columner junctio (SQJ) pd servix.
• Ketika infeksi HPV pada SQJ , sel epitel pada SQJ akan mengalami perubahan dan supresif secara genetika
• Setiap sel normal memiliki gen P53 dan PRB1
• Ketika ke 2 gen tersebut mampu menekan suatu mitosis
• Terjadi pembelahan secara tidak terkendelai
• Terjadi hyperplasia sel epitel squamou columner junction
Pemeriksaan:
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan penunjang :
o Pemeriksaan darah dan urin
o Pemeriksaan eksudat vagina dengan pulasan gramserologik (VDRL dan TPHA)
Pengobatan :
 Podofilox gel: Seorang pasien-pengobatan diterapkan untuk eksternal genital warts.
 Imiquimod krim
 Perawatan kimia (termasuk asam trichloracetic dan podophyllin), yang harus diterapkan oleh penyedia layanan kesehatan yang terlatih untuk menghancurkan kutil).
 Cryotherapy: Menggunakan cairan nitrogen untuk membekukan dari kutil.
 Terapi laser: Menggunakan sinar laser atau lampu kuat untuk menghancurkan kutil.
 Electrosurgery: Penggunaan dan arus listrik untuk membakar kutil.
Pembedahan: Dapatkah memotong kutil di satu kunjungan.
 Interferon: sebuah obat antivirus, yang bisa disuntikkan langsung ke dalam kutil.

Cara pencegahan :
Langkah-langkah pencegahan :
• Gunakan kondom
• Jangan merokok
• Jangan berganti-ganti pasangan seks, satu lebih baik
• Lakukan tes pap minimal setahun sekali
Namun demikian, kondom tidak dapat mencegah penularan HPV secara keseluruhan karena virus ini dapat menular melalui hubungan langsung dengan daerah kulit yang terinfeksi yang tidak diliputi oleh kondom.
Mencegah genital warts: Vaksin (Gardasil) tersedia untuk melindungi terhadap sebagian besar kutil kelamin pada laki-laki dan perempuan (lihat di atas).
Mencegah Kanker Serviks: Ada dua vaksin (Cervarix dan Gardasil) yang dapat melindungi wanita terhadap sebagian besar kanker serviks
Kanker serviks juga dapat dicegah dengan skrining kanker serviks rutin dan tindak lanjut hasil abnormal. Tes Pap dapat menemukan sel abnormal pada leher rahim sehingga mereka dapat dihilangkan sebelum kanker berkembang. Tes DNA HPV, yang dapat menemukan HPV pada leher rahim wanita
Cara penularan :
• Hubungan seksual

Pada sistem Pencernaan
a. Hepatitis (klasifikasi A,B,C)
1. Hepatitis A
Etiologi : HAV
Gambaran klinis :
1. Demam ringan, mialgia, rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, anoreksia, mula, dan muntah.
2. Setelah 3-6 hari urin menjadi berwarna gelap, tinja pucat dan timbul iketerus.
Patofisiologis :
- HAV merupakan enterovirus RNA . stelah tertelan, virus masuk melalui orofaring atau usus bagian atas atau mencapai hati.
- Replikasi terbatas didalam hati
- Virus hepatitis menyerang hati kemudian terjadi peradangan
- + infiltrat pada hepatocytes oleh sel mononukleous
- degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati.
- Respon peradangan dan terjadi pembengkakan dalam memblokir sistem drainage hati
- destruksi pada sel hati
- statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah
- hiperbilirubinemia,dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice.
Hepattis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati.
Pemeriksaan :
- Konfirmasi HAV melalui deteksi antibodi igM HAV (positif selama 12 minggu).
- Laboratorium
1. Pemeriksaan pigmen
a. Pemeriksaan protein
b. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase

2. urobilirubin direk
a. protein totel serum
b. AST atau SGOT
3. bilirubun serum total
a. albumin serum
b. ALT atau SGPT
4. bilirubin urine
a. globulin serum
b. LDH
5. urobilinogen urine
a. HbsAG
b. Amonia serum
6. urobilinogen feses

7. Waktu protombin:

a. respon waktu protombin terhadap vitamin K

- Radiologi

- foto rontgen abdomen

- pemindahan hati degn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif

- kolestogram dan kalangiogram

- arteriografi pembuluh darah seliaka

- Pemeriksaan tambahan

- Laparoskopi

- biopsi hati

Pengobatan :
- Tirah baring merupakan pengobatan utama
- Transplantasi hati
Cara pencegahan:
- Sanitasi dan persediaan air yang baik dengan higiene personal.
- Anak2 yang mengalami kontak erat tidak boleh masuk sekolah bila mengalami demam
- Imunisasi aktif dengan imunoglobulin normal
- Imunisasi aktif dengan vaksin mati
Cara penularan:
- Tempat makan yang sama
- Makanan yang terkontaminasi

2. Hepatitis B
Etiologi : HBV
Gambaran Klinis :
- Onset perlahan, demam ringan, anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, mual dan muntah, tidak nyaman saat merokok.
- Setelah 2-6 hari urin menjadi gelap, tinja menjadi lebih pucat dan timbul iketerus.
- Sindrom demam, atralgia atau atritis dan ruam urtikaria atau ruam makulopapular.
- Terjadi hepatomegali yang nyeri tekan dan licin.
Patofisiologi :
- Antigen HBV diekspresikan pada permukaan hepatosit dan terdapat reaktivitas selular yang dimediasi oleh sel T untuk melawan antigen ini, reaksi ini merupakan penyebab utama kerusakan hepatosit.
Pemeriksaan :
- Dengan menentukan antigen dan antibodi HBV serta DNA HBV.
Pengobatan :
- Hepatitis akut:
1. Tirah baring merupakan pengobatan utama
2. Transplantasi hati
- Hepatitis kronik :
1. Lamifudin atau adefovir
2. Transplantasi hati
Cara penularan :
- Melalui darah atau cairan tubuh (saliva, cairan semen, ASI, cairan rongga serosa) yang masuk melalui suntikan atau pajanan ke membran mukosa.
- Infeksi didapat dari produk darah, jarum atau alat2 kedokteran yang terkontaminasi dan gaya hidup seperti pembuatan tato.
Cara pencegahan:
- Vaksin untuk bayi yang ibunya memiliki antigen permukaan HBV positif dan utk para pekerja pascapajanan yang sebelumnya tidak diimunisasi.
- Tidak memperbolehkan orang2 yang beresiko tinggi menjadi donor darah

3. Hepatitis C
Etiologi : HCV
Gambaran Klinis:
- Onset akut perlahan dengan demam derajat rendah, anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, mual, muntah.
- Setelah 2-6 hari urin menjadi gelap, tinja pucat, timbul ikterus.
- Artralgia atau atritis prodormal
- Hepatomegali dengan permukaan licin dan nyeri tekan
Pemeriksaan :
- Antibodi spesifik terhadap HCV
- Asam nukleat melalui amplifikasi (PCR)
- Biopsi hati
Pengobatan :
- Untuk hepatitis akut ,Tirah baring
- Untuk hepatitis kronik, interferon pegylated seminggu sekali, denganm ribavirin setiap hari.
Cara penularan:
- Melalui darah yang terkontaminasi
- Melalui produk darah
- Jarum suntik atau penggunaan obat suntik
- Melalui hubungan seksual
Cara pencegahan :
- Tidak memperbolehkan orang beresiko tinggi menjadi donor darah
- Skrining donor darah untuk antibodi HCV
- Inaktivasi HCV dalam produk darah
- Penggunaan produk plasma sintetik yang dihasilkan melalui teknologi DNA rekombinan.
- munisasi HBV dan HAV bila belum imun pada tes skrining

b. Cytomegalovirus
Etiologi :
- Cytomegalovirus adalah genus dari kelompok virus Herpes. Pada manusia ini dikenal sebagai HCMV atau Human Herpesvirus 5 (HHV-5).
Gambaran klinis :
- Gejala-gejala infeksi bervariasi tergantung pada usia dan kesehatan orang yang terinfeksi, dan bagaimana infeksi terjadi
- Bayi yang terinfeksi sebelum kelahiran biasanya tidak menunjukkan gejala infeksi CMV setelah mereka lahir
- Demam tinggi, menggigil, kelelahan yang parah, sakit kepala dan pembesaran limpa.
Patofisiologi :
- Ketika host yang terinfeksi, CMV DNA dapat dideteksi dengan polymerase chain reaction (PCR) dalam semua garis keturunan sel yang berbeda dan sistem organ dalam tubuh. Setelah awal infeksi, CMV menginfeksi sel-sel epitel dari kelenjar ludah, mengakibatkan infeksi yang gigih dan pelepasan virus. Infeksi pada sistem Genitourinary mengarah viruria klinis tidak penting. Meskipun replikasi virus terus menerus di ginjal, disfungsi ginjal jarang terjadi kecuali dalam penerima transplantasi ginjal, di antaranya CMV jarang dikaitkan dengan korupsi glomerulopathy dan kemungkinan penolakan.
Pemeriksaan :
- Solasi virus pada kultur jaringan (sel manusia) dari urin, faring, leukosit darah tepi, susu manusia, air mani, sekresi leher rahim dan cairan tubuh.
- Visualisasi langsung badan inklusi virus
- Pemeriksaan serologi
- Polymerase chain reaction (PCR) menggunakan primer dalam pengkodean gen antigen awal langsung atau dalam CMV DNA.
Pengobatan:
- Secara medis konvensional, pengobatan yang paling sering dipakai untuk infeksi CMV adalah Ganciclovir.
Cara pencegahan :
- Sering mencuci tangan dengan sabun dan air hangat
- Hindari kontak langsung dengan penderita
Cara penularan:
Virus ditularkan melalui berbagai cara:
- tranfusi darah
- transplantasi organ
- kontak seksual,
- air susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginan.

c. Influenza
Etiologi : virus influenza A dan B
Gambaran klinis :
- Gejala akan tampak 24-48 jam setelah terinfeksi
- Demam dan ekstrim dingin (menggigil, gemetar (rigor))
- Batuk,tubuh sakit terutama sendi dan tenggorokan
- Kelelahan
- Sakit kepala disertai sakit disekeliling dan belakang mata
- Kadang-kadang disertai mual dan muntah terutama pada anak-anak
Patofisiologi :
- Virus hanya dapat bereplikasi dalam sel hidup. Influenza infeksi dan replikasi adalah proses multi langkah pertama virus tersebut mengikat dan masuk kedalam sel, kemudian memberikan genom ke sebuah situs di mana ia dapat menghasilkan salinan baru protein virus dan RNA, merakit komponen tersebut menjadi partikel virus baru dan akhirnya keluar dari sel inang.
Pemeriksaan :
- Isolasi virus dan swab hidung atau tenggorok
- Deteksi antigen pada aspirat faring
- Amplifikasi asam nukleat spesifik melalui PCR
- Kultur darah serta pewarnaan gram serta kultur sputum
Pengobatan :
- Amantadin :memperpendek durasi dan mengurangi keparahan gejala influenza A sebanyak sepertiganya bila dimulai dalam 48 jam.
- Zanamivir dan oseltamivir : aktif melawan influenza A dan B
- Antibiotik (misalnya sefotaksim) dengan aktifitas melawan patogen sekunder
Cara penularan :
- Cara penularan melalui droplet dan melalui tangan serta barang-barang yang baru terkontaminasi (misal, sapu tangan)
- Melalui air liur yang terinfeksi yang keluar pada saat penderita batuk atau bersin atau melalui kontak langsung dengan sekresi (ludah, air liur, ingus)
Cara pencegahan :
- Vaksin influenza
- Hindari kontak langsung dengan penderita
- Vitamin

d. Mumps(purna,tya,della)
Etiologi : infeksi virus paramyxovirus RNA
Gambaran klinis :
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.

Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sdebagai berikut :
- Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
- Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan.
- Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
- Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual).
Patofisiologi :
- Virus masuk tubuh melalui via hidung atau mulut. Proliferasi terjadi di parotis atau epitel traktus respiratorius, kemudian terjadi viremia dan selanjutnya virus berdiam dijaringan kelenjar atau saraf yang paling sering terkena ialah glandula parotis. Pada manusia, selama fase akut, virus mumps dapat disoler dari saliva, darah, air seni dan liquor
Pemeriksaan:
- pemeriksaan laboratorium air kencing (urin) dan darah., ada 3 uji serum (serologic) untuk membuktikan spesifik mumps antibodies: Complement fixation antibodies (CF), Hemagglutination inhibitor antibodies (HI), Virus neutralizing antibodies (NT).
- titer antibodi mumps, analisa serum atau lipase.
Pengobatan :
- Istirahat di tempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar parotis.
- Simtomatik diberikan kompres panas atau dingin dan juga diberikan analgetika.
- Diet makanan cair dan lunak.
- Kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis.
Cara penularan:
- melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin.
Cara pencegahan:
- mumps Vaksin (MMR)
- mencuci tangan dengan baik dan sering dengan sabun

Pada sistem Kulit
a. Campak
Etiologi : Famili paramyxovirus (morbili)
Gambaran klinis :
Pada fase pertama :
- masa inkubasi 10-12 hari, sudah mulai terinfeksi tetapi belum ada gejala klinis.
- Bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas campak belum keluar.
pada fase kedua (prodormal ):
- Batuk, pilek, demam
- Mata tampak kemerah-merahan dan berair
- Didalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari, terkadang anak juga mengalami diare. Satu atau dua hari timbul demam tinggi yang turun naik.
Pada fase ketiga:
- Keluarnya bercak merah atau makulopapular seiring dengan demam tinggi .
Patofisiologi :
- Viremia terjadi setelah invasi epitel pernafasan
- Ruam mungkin diperantarai oleh imun, bersamaan dengan pembentukan antibodi
- Ensefalitis disebabkan oleh reaksi imunologis lokal terhadap sel yang diinfeksi oleh virus
- Setelah peme\ulihan terbentuk imunitas humoral dan selular.
Pemeriksaan :
- Konfirmasi laboratorium
- Penemuan antibodi igM spesifik dalam darah atau saliva.
- Deteksi antigen pada sekret nasofaring
Pengobatan :
- Tirah baring
- Untuk menurunkan demam diberikan asetaminofen atau ibuprofen
- Jika terjadi infeksi bakteri diberikan antibiotik
- Anak2 tidak boleh bersekolah hingga 4 hari dari onset timbulnya ruam
Cara penularan :
- Melalui perantara udara atau semburan ludah (droplet) yang terisap lewat hidung atau mulut
- Melalui sekresi pernafasan dari anak2 yang terinfeksi
- kontak langsung dengan pendcerita
Cara pencegahan :
- vaksin campak
- vaksin yang diberikan pada orang yang berkontak pada waktu 72 jam setelah terpajan atu imungonilin normal yang diberikan dalam 6 hari
b. Varicella zoster
Etiologi : virus varicella zooster (VZV)
Gambaran klinis:
1. Ruam:
- Makulopapula eritematosa timbul pada wajah dan batang tubuh berlanjut melalui tahap vesikule, pustular dan krusta
- Lesi baru terus timbul
- Lesi lebih banyak dikepala dan batang tubuh
- Cenderung lebih berat pada oarang2 dewasa dan orang2 defisiensi seluler
- Krusta terkelupas dalam waktu 1 minggu
2. Ulkus mukosa tidak jarang terjadi di mulut, faring dan vagina
3. penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah
Patofisiologi :
- virus masuk kemudian terjadi multiplikasi dan masuk kealiran darah atau kelenjar limfe (tahap viremia primer)
- kemudian menuju organ hepar , terjadi multiplikasi kemudian masuk kedalam aliran darah (tahap viremia sekinder)
- menyebar ke seluruh jaringan tubuh menuju kulit dan mukosa (timbul papul, vesikel, pustula)
- berjalan mengikuti saraf, menuju ganglion dorsalis (fase laten)
- setelah virus laten (beberapa minggu, bulan, tahun) kemudian mengalami kondisi imunosupresi, virus yang laten mengalami reaktivasi oleh faktor pemicunya, kemudian terjadi multiplikasi, menyebar ke ganglion, terjadi proses inflamasi dan menuju kekulit kemudian timbul nyeri (varicela zooster)
Pemeriksaan :
- Serologi (peningkatan antibodi 4 kali lipat)
- Kultur virus dari cairan vesikel
- Imunofluoresensi atau PCR untuk menemukan antigen virus pada kerokan vesikel
- Apusan Tzanc (pewarnaan giemsa atau wright dari kerokan dasar vesikel)
Pengobatan :
- Asiklovir oral , mempersingkat penyakit pada orang dewasa dan remaja bila diberikan dalam 24 jam sejak timbulnya ruam dan direkomendasikan
- Pasien immunocompromised dan pneumonia harus mendapatkan asiklovir intravena.
Cara penularan:
- Melalui inokulasi saluran pernafasan oleh sekresi pernafasan yang terinfeksi atau cairan vesikel (cacar air) melalui inhalasi atau kontak langsung
- Penularan secara airborne droplet. Virus dapat menetap dan laten pada sel syaraf. Lalu dapat terjadi reaktivitas maka dapat terjadi herpes Zooster.
Cara pencegahan :
- Anak-anak tidak boleh bersekolah selama 5 hari sejak onset timbulnya ruam.
- Vaksin varisela Kepada orang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi cacar air dan memiliki resiko tinggi mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan sistem kekebalan), bisa diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster. Vaksin varisela biasanya diberikan kepada anak yang berusia 12-18 bulan.
-
c. Herpes :
Herper zoster
Etiologi :
- Reaktivasi virus VZV laten pada ganglion saraf sensorik.
Gambaran Klinis:
1. Nyeri prodormal: lamanya kira-kira 2-3 hari
2. Ruam:
a. Vesikel dengan eritema disekitarnya yang berlanjut menjadi pustul yang pecah kemudian terpisah
b. Lesi baru timbul selama 3-5 hari
c. Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2-4 minggu
3. Nyeri fase akut umum selama evolusi ruam
Pemeriksaan :
- Pemeriksaan klinis
- Kultur virus atau deteksi antigen
- Polymerase chain reaction (PCR) untuk DNA virus
Pengobatan:
- Acyclovir intravena: untuk infeksi neurologis ,neonatal, viseral, diseminata, dan mukokutan berat.
- Kasus mukoktan ringan dengan asiklovir, famsiklovir, valasiklovir
- Cold soles rekuren berespon baik dengan asiklovir topical dioleskan pada awal penyakit
Cara penularan:
- Melalui inokulasi saluran pernafasan oleh sekresi pernafasan yang terinfeksi atau cairan vesikel (zooster) melalui inhalasi atau kontak langsung
Cara pencegahan:
- Analgesia :penting untuk pasien dengan nyeri
- Asiklovir, famsiklovir, valasiklovir yang diberikan dalam 72 jam
- Amitripilin, spray pendingin topikal, dan stimulasi saraf transkutan seringkali membantu pada neuralgia pascaherpes

Herpes simplek
Etiologi :
- virus herpes simplek (HSV tipe 1 dan HSV tipe 2)
Gambaran klinis :
- gejala herpes simplek dapat bervariasi dari satu individu keindividu yang lain.
- Infeksi pertama disertai gejala seperti demam, lemas, nyeri disekitar mulut, anoreksia, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
- Gejala utamanya berupa vesikel berkelompok dipermukaan kulit yang sembab dan merah, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi keruh,gatal dan dapat menjadi krusta.
- Predileksinya yaitu disekitar mulut, hidung, daerah genital dan bokong.
Patofisiologi :
- Setelah multiplikasi awal pada lokasi inokulasi, virus berjalan disepanjang ujung saraf ke ganglion regional untuk multiplikasi selanjutnya.
- Selanjutnya virus berjalan turun sepanjang saraf untuk mengenai permukaan kulit atau mukosa yang lebih luas. Penyebaran langsung kedaerah sekitar juga terjadi.
- Sel yang terserang memperlihatkan gambaran degenerasi balon dengan karakteristik sel raksasa dan inklusi intranuklear
- Saat infeksi primer menghilang, imunitas humoral dan seluler terbentuk namun virus tetap dorman dalam sel ganglion dan dapat mengalami reaktivasi. Selanjutnya, menyebabkan penyakit lokal rekuren atau perkembangan virus asimtomatik. Penyakit interkuren, cahaya matahari, dan trauma merupakan faktor reaktivasi yang telah diketahui namun penyebab reaktivasi belum diketahui.
Pemeriksaan :
- Pemeriksaan klinis
- Pemeriksaan virologis
- Kultur virus atau deteksi antigen
- Polymerase chain reaction (PCR) untuk DNA virus dalam cairan serebrospinal penting untuk mendeteksi infeksi SSP.
Pengobatan :
- Pengobatan antivirus dalam bentuk pil dan krim , untuk mengurangi durasi penyakit atau beratnya penyakit
- Acyclovir, valacyclovir dan famcyclovir.

Cara penularan :
- Melalui kontak langsung kulit atau mukosa yang robek dengan sekresi orogenital dari orang yang terinfeksi
Cara pencegahan :
- Hindari berhubungan seksual dengan orang lain bila masih terdapat vesikel.
- Hindari pinjam meminjam barang pribadi seperti handuk
- Hindari pencetus terjadinya episode rekuren seperti kurang tidur, stress berlebihan.
- Pasien dan perawat dengan lesi aktif harus menutupi lesinya atau menghindari individu yang rentan.












DAFTAR PUSTAKA
Barr E, Tamms G., 2007, Quadrivalent human papillomavirus vaccine, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17682997?dopt=Ab
Jawetz , Melnick , 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, Ed. 16, EGC, Jakarta
Mandal ,B.K, 2006, Penyakit Infeksi , Edisi 6, Erlangga, Jakarata
http://www.cegahkankerserviks.org/apa_saja_gejala_kanker_serviks.html
http://www.klikpdpi.com/modules.php?name=News&file=article&sid=2682
Kapita selekta Kedokteran Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Rampengan, T. H. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu KEsehatan Anak FKUI. Jakarta:
Adhi Djuanda (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas Indonesia, Jakarta, 1993.
June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby Company, Toronto

blok 11,2 infeksi bakteri genital

LAPORAN HASIL SGD
INFEKSI BAKTERI












Disusun oleh :
KELOMPOK SGD 5


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2009 / 2010


Unit belajar 2 : Infeksi bakteri
Judul : ”Ya ampuuuuun… langit-langit mulutku bolong!”

Skenario

Seorang wanita berusia 30 tahun datang ke praktek sore dokter gigi, ia mengeluhkan luka di langit-langit mulut yang lama kelamaan luka tersebut merusak tulang dan membuat sebuah luka berbentuk lubang di langit-langit mulut. Gejala yang dirasakan adalah demam ringan, pilek dengan ingus cair, mata berair, dan nyeri sendi. Beberapa bulan yang lalu di rongga mulut pasien pernah terdapat luka mengeras yang tidak sakit serta dapat sembuh spontan tanpa diobati.
Dokter gigi tersebut curiga ada penyakit lain yang menyebabkan luka pada mulut tersebut, yaitu infeksi bakteri pada system genetalia, saraf atau kulit. Untuk menegakan diagnosis, dokter gigi member rujukan kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang.

STEP 1
 Sistem Genetalia : Organ2 kelamin
 Sistem saraf : Suatu system yg mengordinasi otot2 memonotor organ2 dan mengaktifkan kegiatan(sensorik).Sistem koordinasi yg bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk medeteksi dan di respon oleh tubuh.
 Kulit :bgn terluar tubuh yg melindungi organ didalamnya.Lapisan terluar tubuh yg melapisi seluruh tubuh dan berfungsi sebagai indra.


Step 2
Infeksi bakteri pada system genetalia, saraf, dan kulit
Step 3
Infeksi pada system genetalia
• Sifilis
-Definisi
-Etiologi :Treponema palidum
-GK :LI
-Patofisiologi :
-Pemeriksaan
-Pengobatan :pinisilin, tetrasiklin, azitrotmisin.
-Cara penularan :Free sex

• Vaginitis
-Definisi
-Etiologi :Bakteri Trikomonas vaginalis, e.coli
-GK : radang pada vagina, konsistensi cairan vagina encer sampai seperti lem berwarna abu2 homogen dan berbau amis
-Patofisiologi
-Pemeriksaan : lab.Ph vagina, Tes amin dg Koh 10 %, garam faal, kultur.
-Pengobatan :Pinisilin, tetrasiklin, metronidazol, eritromisin, klidamisin,
-Cara penularan :LI

• Gonorhea
-Definisi
-Etiologi :Neisseria gonoroeae.
-GK : asimtomatik, infeksi pada rectum dan secret purulen
-Patofisiologi
-Pemeriksaan
-Pengobatan :Pinisilin. Alternatifnya: ciprofloksasin, seftriakson atau spektinimisin
-Cara penularan : transmisi secara seksual

• Clamidia
-Definisi
-Etiologi :clamidia trakkomatis
-GK :asimtomatis, pada pria dapat terjadi uretritis, konjungtifitis dan anemia
-Patofisiologi
-Pemeriksaan
-Pengobatan :dosissiklin selama 7 hari / dosis tunggal
-Cara penularan :transmisi seksual
-Pencegahan :Kontrasepsi(kondom)
Infeksi pada system saraf
• Meningitis
-Definisi
-Etiologi :
-Jenis2 :meningitis meningokokus dan septicemia, meningitis haemophilus, meningitis pneumokocus, meningitis streptokocus grup B dan septikemia
-GK :LI
-Patofisiologi
-Pemeriksaan
-Pengobatan
-Cara penularan

• Tetanus
-Definisi
-Etiologi :Clostridium tetani
-GK
-Patofisiologi
-Pemeriksaan
-Pengobatan :Benzil penisilin, sedasi pasien, trakeaustomi.
-Cara penularan

Infeksi pada system kulit
• Lepra
-Definisi
-Etiologi :mycobacterium lephrae
-GK :lepromatosa(kelainan kulit berbentuk nodul. Papula , berinfiltratif, macula, biasanya menyerang saluran nafas atas) Tuberkoloid(lesi tunggal batas jelas parastesia)
-Patofisiologi
-Pemeriksaan
-Pengobatan
-Cara penularan


• Impetigo
-Definisi :infeksi kulit yg menyebabkan lepuhan2 berisi nanah dan berkeropeng
-Etiologi :
-GK
-Patofisiologi
-Pemeriksaan
-Pengobatan
-Cara penularan :Cairan yg berasal dari lepuhan

• Furunkel & karbunkel
-Definisi :
-Etiologi
-GK
-Patofisiologi
-Pemeriksaan
-Pengobatan
-Cara penularan
Step 5
LI semua

Step 6
Belajar Mandiri

Step 7
Infeksi pada system genetalia
• Sifilis
Definisi :
o penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum
o Merupakan penyakit infeksi sisitemik dan kronik yang ditandai oleh beberapa tahap yang mudah dibedakan secara klinis.
Etiologi :Treponema palidum
GK :
o Sifilis sekunder (6-8 minggu)
 Ruam makulopapular yang tidak gatal dan simetris dan terdapat pada sekuruh tubuh termasuk wajah, kulit, kepala, telapak tangan dan telapak kaki. Di mulut sebagai ulkus mukosa, pada rambut alopesia berbentuk bercak. Klinisnya :
o Sifilis tersier (kulit, membran mukosa dan tulang) terjadi 3 tahun atau lebih setelah tahap primer. Klinisnya :
 Guma kutan biasanya merupakan ulkus ‘punched out’ dengan dasar ‘wash leather’, depigmentasi sntral, hiperpigmentasi perifer yang sembuh untuk membentuk parut ‘kertas tissue’.
 Guma mukosa destruktif, periostisitis, (sabre tibia), guma hati, uveitis juga dapat terjadi.

Patofisiologi :
o Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema. Treponema dapat masuk melalui selaput lender yang utuh atau kulit dengan lesi, kemudian masuk ke peredaran darah dan semua organ dalam tubuh. Infeksi bersifat sistemik dan manifestasinya akan nampak kemudian. Perkembangan penyakit sifilis berlangsung dari satu stadium ke stadium berikutnya. Sepuluh sampai 90 hari setelah terjadi infeksi, pada tempat masuk T.pallidum timbul lesi primer yang bertahan 1-5 minggu dan kemudian hilang sendiri. Kurang lebih 2-6 minggu setelah lesi primer terdapat kelainan kulit dan selaput lender yang pada permulaan menyeluruh, kemudian mengadakan konfluesi dan berbentuk khas. Kadang2 kelainan kulit hanya sedikit atau spintas lalu.

Pemeriksaan :
 Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap - bahan pemeriksaan : cairan vesikel atau bula, lesi kondilomata, sekret hidung.
 Pemeriksaan serologi - bahan pemeriksaan : darah atau cairan serebrospinalis
 Pemeriksaan foto roentgen - tulang-tulang panjang
 VDRL untuk mengetahui apakah ada penyakit


Pengobatan :
o Sifilis primer dan sekunder
 Penisilin prokain setiap hari selama 14 hari, dosis tunggal penisilin G benzatin, atau tetrasiklin atau eritromisin selama 14 hari ( bila alergi thd penisilin)
o Sifilis tersier dan kuartener
 Tetrasilklin ( doksisiklin) selam 28 hari.
 Penisilin prokain dan probenesid oral selama 17 hari
 Kortikosteroid kadang-kadang diindikasikan pada sifilis tahap lanjut atau pada kehamilan.


Cara penularan :
o Cara penularan yang paling umum adalah hubungan seks vaginal, anal atau oral. Namun, penyakit ini juga dapat ditularkan melalui hubungan non-seksual jika ulkus atau lapisan mukosa yang disebabkan oleh sifilis kontak dengan lapisan kulit yang tidak utuh dengan orang yang tidak terinfeksi.


• Vaginitis
Definisi :
o peradangan pada vagina
o Sindrom klinik akibat pergantian lactobacillus Spp penghasil hidrogen peroksida (H2O2) yang merupakan flora normal dalam bakteri anaerobdalam konsentrasi
Etiologi : Trichomonas vaginalis.




GK :
o iritasi dan gatal di daerah genital
o peradangan (iritasi, kemerahan, dan pembengkakan yang disebabkan oleh kehadiran sel-sel kekebalan ekstra) dari labia majora, labia minora, atau area perineum
o vagina bau amis
o ketidaknyamanan atau terbakar ketika buang air kecil
o rasa sakit / iritasi dengan hubungan seksual
o asimtomatik
Patofisiologi :
o terjadi simbiosi antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin, sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi pertumbuhan G.vaginalis. beberapa amin menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari vagina.
o G.vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro kemudian menambahkan deskuamasi sel eptel vagina sehingga terjadi perlekatan duh tubuh pada dinding vagina.

Pemeriksaan :
o Pemeriksaan sekret vagina : berwarna putih atau abu-abu , viskositas rendah atau normal, homogen dan jarang berbusa.
o Pemeriksaan preparat basah: dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas obyek glass kemudian ditutupi dengan coversliip. Kemudian dilihat dg mikroskop dengan perbasaran 4000 kali untuk melihat clue cells yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerela Vaginalis). Pemeriksaan preparat basah sensifitas 60 % dan spesifitas 98%.
o Whiff tes: dinyatakan positif bila bau amis atau amin
o Tes lakmus untuk pH
o Pewarnaan gram sekret vagina
o Kultur vagina
Pengobatan :
o Metronidazol , dosis 2x4000 mg atau 500mg sehari selama 7 hari
o Kindamisin , 300 mg 2 kali sehari selama 7 hari
o Amoklav (500 mg amoksisilin dan dan a125 mg asam ) 3 hari sekama 7 hari
o Tetrasiklin 250 mg 4x sehari selama 5 hari
o Doksisilin : 100 mg 2xsehari selama 5 hari
o Eritromisin 500mg 4xsehari selama 7 hari

Cara penularan :
Cara penularan melalui kontak seksual. Trichomonas vaginalis dapat bertahan hidup pada benda-benda seperti baju-baju yang dicuci, dan dapat menular dengan pinjam meminjam pakaian tersebut.


• Gonorhea
Definisi :
o Salah satu penyakit yang paling umum ditularkan dari satu orang ke orang lain selama aktivitas seksual.
o Infeksi mukosa pada epitel kolumnar yang ditularkan melalui hubungan seksual.

Etiologi : Neisseria gonoroeae.
GK :
Perempuan
o Tidak ada gejala 30-40% dari waktu
o Gonore dapat menyebabkan penyakit radang pinggul (kondisi medis yang serius yang dapat mengakibatkan kemandulan)
o Infeksi dan iritasi pada leher rahim
o Sering buang air kecil
o Gatal dan membakar dari vagina, biasanya dengan tebal berwarna kuning / hijau
o Infeksi dan iritasi vagina (ini adalah bagaimana infeksi biasanya muncul pada anak-anak yang mungkin menjadi korban inses)
o Perdarahan antara menstruasi periode
pria
o Rasa sakit atau terbakar saat buang air kecil di kebanyakan laki-laki
o Tebal, kuning penis pelepasan 50% dari waktu
o Peradangan atau infeksi dari saluran di testis
o Infeksi atau peradangan prostat
Bayi yang baru lahir
 Iritasi selaput lendir di mata (jika tidak diobati, bisa menyebabkan kebutaan)

Patofisiologi :
o Setelah melekat, gonokokus berpenetrasi kedalam sel epitel melalui jaringan sub epitel dimana gonokokus ini terpajan ke sisitem imun (serum, komplemen, imunoglobulin A (igA), dll) dan difagositosis oleh neutrofil. Virulensi bergantung pada gonokokus dimana dia mudah melekat dan berpenetrasi terhadap sel pejamu , begitu pula resistensi terhadap serum , fagositosis, dan pemusnahan intraseluler oleh polimorfonukleosit.

Pemeriksaan :
o Sediaan langsung
Pada sedian langsung dengan pewarnaan Gram akan ditemukan diplokokus Gram negative, intraselular dan ekstraselular.
o Kultur
Untuk mengidentifikasi perlu dilakukan pembiakan (kultur).
o Tes definitive
1. tes oksidasi. Semua Neisseria member reaksi positif
2. tes fermentasi. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa
o Tes b-laktamase
Hasil positif ditunjukan dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim b-laktamase
o Tes Thomson
Dengan menempun urin pagi dalam 2 gelas,tes ini digunakan untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.


Pencegahan :
o Gunakan kondom lateks saat berhubungan seks.
o Hindari kontak seksual dengan risiko tinggi mitra.
o Memperlakukan mitra seksual yang terinfeksi atau telah mereka diuji sebelum melakukan hubungan seksual.
o Penyakit menular seksual lainnya termasuk sifilis, klamidia, dan HIV/AIDS

Pengobatan :
o 1x suntikan
Infeksi dapat disembuhkan dengan antibiotik fluoroquinolones [contoh ciprofloxacin (Cipro, Cipro XR), ofloxacin (Floxin), dan levofloxacin (Levaquin)] yang banyak digunakan dalam pengobatan infeksi gonorrheal.
Cara penularan :
Hubungan seks vaginal, anal dan oral. Karena kontak langsung dengan pakaian/handuk


• Clamidia
Definisi :
Infeksi kelamin menular dan pria maupun wanita bisa tertular.
Etiologi : Chlamydia trachomatis
GK :
o Asimtomatik
o Pria mengalami uretritis, proktitis atau proktokolitis (pada pasien yang melakukan analsex)
o Konjungtivitis
o Konjungtivitis dan pneumonia pada bayi baru lahir.

Pemeriksaan :
o PCR swab genital ( vagina, serviks, atau anus) atau urin.
o Program skrining nasional penting untuk menegakkan diagnosis asimtomatik.
Pengobatan :
Infeksi C. trachomatis dapat disembuhkan dengan antibiotik secara efektif setelah terdeteksi. Centers for Disease Control (CDC – US) menyediakan pedoman untuk perawatan berikut:
* Azitromisin 1 gram oral sebagai dosis tunggal, atau
* Doxycycline 100 mg dua kali sehari selama tujuh hingga empat belas hari.
* Tetrasiklin 500 mg, 4 x/hari selama 7 hari.
* Eritromisin
Cara penularan :
Hubungan seks vaginal dan anal.
Pencegahan :
o Penyuluhan kesehatan dan pendidikan seks : sama seperti sifilis (lihat Sifilis, 9A) dengan penekanan pada penggunaan kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan wanita bukan pasangannya.
o Pemeriksaan pada remaja putri yang aktif secara seksual harus dilakukan secara rutin. Pemeriksaan perlu juga dilakukan terhadap wanita dewasa usia dibawah 25 tahun, terhadap mereka yang mempunyai pasangan baru atau terhadap mereka yang mempunyai beberapa pasangan seksual dan atau yang tidak konsisten menggunakan alat kontrasepsi. Tes terbaru untuk infeksi trachomatis dapat digunakan untuk memeriksa remaja dan pria dewasa muda dengan spesimen urin.
Infeksi pada system saraf
• Meningitis
Definisi :
o Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
o Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
o Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Etiologi :
1.Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2.Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3.Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4.Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
5.Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6.Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem p

Jenis2 :
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1.Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2.Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

GK :
o Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1.Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2.Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3.Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
a)Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b)Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c)Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4.Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5.Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6.Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7.Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata

Patofisiologi :
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pemeriksaan :
o 1.Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a)Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b)Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3.LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4.Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )
5.Elektrolit darah : Abnormal .
6.ESR/LED : meningkat pada meningitis
7.Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8.MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9.Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

Pengobatan :
pemberian antibiotik secara Infus (intravenous), beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone.
Cara penularan :
batuk, bersin, sering makan 1 sendok,merokok 1 batang bergantian.


• Tetanus
Definisi :
o Merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot.
o suatu penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani, dan ditandai oleh adanya trismus, dysphagia dan kekakuan otot di sekitar luka, yang akan berkembang menjadi spasme otot general dan memberikan komplikasi berupa gagal napas dan ketidakstabilan kardiovaskular.

Etiologi : Clostridium tetani
GK :
o Tahap kaku otot :
 Trismus (kekakuan otot rahang)
 Kesulitan membuka mulut (lockjaw)
 Dapat timbul disfagia
 Demam ringan
 Dalam 24 jam kekakuan menyebar keleher, punggung, dada, dan otot dinding perut.
o Tahap spasmodik:
 Dalam 1-2 hari timbul konstraksi otot yang nyeri, bersifat intermiten dan spasmodik, sering disertai pucat dan berkeringat.
 Spasme menyebabkan mimik wajah menyeringai (risus sardonicus) dan lengkungan leher dan punggung (opistotonus)
 Spasme otot laring dan pernafasan menyebabkan gagal nafas
 Spasme terjadi secara spontan atau dapat dipicu oleh bising, batuk, dan gerakan
o Pada kasus berat, timbul tanda-tanda overaktisitas simpatis :
 Keringat berlebihan, demam, hipertensi, takikardia, aritmia jantung
o Pada pasien yang bertahan, spasme menghilang secara bertahap setelah 2-3 minggu dan kekakuan otot hilang setelah 1-2 minggu kemudian.

Patofisiologi :
Tetanus dimulai ketika spora dari Clostridium tetani memasuki jaringan rusak. Spora berubah menjadi bakteri berbentuk batang dan menghasilkan racun saraf tetanospasmin (juga dikenal sebagai toksin tetanus). Racun ini tidak aktif di dalam bakteri, tetapi ketika bakteri mati, itu dilepaskan dan diaktifkan oleh protease. Tetanospasmin aktif dibawa oleh mundur axonal transportasi ke sumsum tulang belakang dan batang otak di mana ireversibel mengikat ke reseptor pada situs tersebut. memotong membran protein yang terlibat dalam neuroexocytosis, yang pada gilirannya blok neurotransmisi . Pada akhirnya, hal ini menghasilkan gejala-gejala penyakit. Rusak atas motor neuron tidak bisa lagi lebih rendah menghambat motor neuron, ditambah mereka tidak dapat mengendalikan refleks aferen sensoris tanggapan terhadap rangsangan. Kedua mekanisme menghasilkan tanda kekakuan otot dan kejang. Demikian pula, kurangnya kontrol saraf kelenjar adrenal menyebabkan pelepasan katekolamin, sehingga menghasilkan hypersympathetic luas negara dan otonom ketidakstabilan.
Pemeriksaan :
o Diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
1.Gejala klinik : Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria
Pengobatan :
o Pemberian imunoglobullin tetanus manusia 20.000 IU intravena, diikuti oleh pembersihan luka.
o Benzilpenisiln IV atau IM selama 10 hari untuk mngradikasi fokus infeksi yang masih ada dan menghentikan produksi toksin lebih lanjut.
o Sedasi pasien : diazepam digunakan secara luas dan dapat mengendalikan spasme ringan.
o Trakeostomi pada pasien dnegan spasme
Cara penularan :
Spora tetanus masuk kedalam tubuh biasanya melalui luka tusuk yang tercemar dengan tanah, debu jalanan atau tinja hewan dan manusia, spora dapat juga masuk melalui luka bakar atau luka lain yang sepele atau tidak di hiraukan, atau juga dapat melalui injeksi dari jarum suntik yang tercemar yang dilakukan oleh penyuntik liar. Tetanus kadang kala sebagai kejadian ikutan pasca pembedahan termasuk setelah sirkumsisi.
Adanya jaringan nekrotik atau benda asing dalam tubuh manusia mempermudah pertumbuhan bakteri anaerobik.

Infeksi pada system kulit
• Lepra
Definisi :
o infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah zakar (testis) dan mata.
o penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh kuman tahan asam “Mycobacterium Leprae”.
Etiologi : Bakteri Mycobacterium leprae.
GK :
o Lepra tuberkuloid ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang datar.
Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan karena mikobakteri telah merusak saraf-sarafnya.
o Pada lepra lepromatosa muncul benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar dengan berbagai ukuran dan bentuk.
Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis dan bulu mata.
o Lepra perbatasan merupakan suatu keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran kedua bentuk lepra.
Jika keadaannya membaik, maka akan menyerupai lepra tuberkuloid; jika kaeadaannya memburuk, maka akan menyerupai lepra lepromatosa.
Patofisiologi :
o Respon inflamasi awal pada lokasi inokulasi bersifat nonspesifik yang bermanifestasi sebagai lepra indeterminat.
o Manifestasi selanjutnya bergantung pada derajat respon imunitas seluler spesifik
o Respons berlebihan menyebabkan granulomata epiteloid nonkaseosa dikulit dan saraf, dengan beberapa organisme yang terlihat (pausibasiler) biasanya terdapat pada lepra tuberkuloid
o respon imun yang berubah seluruhnya bersifat spesifik lepra , respon terhadap infeksi lainnya normal.
Pemeriksaan :
o apusan kulit positif untuk basil tahan asam
o PCR untuk DNA sangat sensitif dan spesifik namun saat ini digunakan sebagai alat penelitian.
o Test lepromin
o Bakteriologis : sediaan apas dari irisan kulit dan usapan mukosa hidung dengan pewarnaan Zeihl-Nielsen.
o Scrologis pengukuran antibody anti M.Leprae
o PA : Biopsi lesi kulit dan atau saraf
o ENMG

-Pengobatan :
o Lepra multibasiler (lepromatosa, lepromatosa borderline): kombinasi rifampisin, klofazimin, dan dapson selama 2 tahun.
o Lepra pausibasiler (tuberkuloid, tuberkuloid borderline) : rifampisin dan dapson selama 6 bulan.
o Pengobatan harus dilanjutkan selama terjadinya tipe reaksi apapun yg ditambah dengan:
 Tipe 1 : kortikosteroid
 Tipe 2: ringan-aspirin atau klorokuin, berat-kortikosteroid, talidomid (tidak diberikan pada wanita usia reproduksi)
o Pembedahan untuk deformitas dan rehabilitasi

Cara penularan :
Penularan kemungkinan besar lewat udara atau saluran pernafasan seperti batuk dan bersin. Sekitar 50% penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang yang terinfeksi.


• Impetigo
Definisi :
o Infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula).
o Merupakan infeksi kulit superfisial yang biasanya disebabkan oleh S.pyogenes dan jarang oleh S.aureus.

Etiologi : Staphylococcus aureus, dan kadang-kadang oleh Streptococcus pyogenes.
GK :
o Bintik-bintik merah yang kecil menjadi lepuh yang berisi nanah dan berkeropeng; biasanya pada muka, tangan atau kepala.
o Sering terjadi pada wajah (sekitar mulut dan hidung) atau dekat rentan trauma.
o Makula merah atau papul sebagai lesi awal.
o Lesi dengan bula yang ruptur dan tepi dengan krusta.
o Lesi dengan krusta berwarna seperti madu.
o Vesikel atau bula.
o Pustula.
o Basah, dangkal, dan ulserasi eritematous.
o Lesi satelit.
o Limphadenopaty regional. (umumnya pada impetigo kontagiosa dan jarang pada impetigo bulosa).
Patofisiologi :
o awalnya timbul papul merah yang menjadi vesikuler kemudian pustular. Lesi mudah pecah, mengeluarkan push, dan mengalami koalesens untuk membentuk krusta tebal warna kuning keemasan. Pada infeksi luka dan luka bakar berbentuk kemerahan yang lebar disekitar luka dengan sekret berlebihan, yang kemudian membentuk krusta dengan kantong pus dibawahnya (pioderma)

Pemeriksaan:
o Pemeriksaan Laboratorium.
Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau pada suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang kurang berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
a. Pewarnaan gram.
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutropil dengan kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
b. Kultur cairan.
Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan adanya Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat berdiri sendiri.
c. Biopsi dapat juga dilakukan jika ada indikasi.
o Pemeriksaan Lain:
a. Titer anti-streptolysin-O ( ASO), mungkin akan menunjukkan hasil positif lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
b. Streptozyme. Adalah positif untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.

Pengobatan :
o fusidin atau musiprosin topikal pada kasus ringan selain eritromosin atau flukloksasilin peroral (flikloksasilin IV pada impetigo bulosa)
Pencegahan :
Mencuci tangan dengan teliti. Infeksi bisa dicegah dengan memelihara kebersihan dan kesehatan badan. Goresan ringan atau luka lecet sebaiknya dicuci bersih dengan sabun dan air, bila perlu olesi dengan zat anti-bakteri.
Untuk mencegah penularan:
1. Hindari kontak dengan cairan yang berasal dari lepuhan di kulit
2. Hindari pemakaian bersama handuk, pisau cukur atau pakaian dengan penderita
3. Selalu mencuci tangan setelah menangani lesi kulit.

Cara penularan :
Merupakan penyakit menular, yang ditularkan melalui cairan yang berasal dari lepuhannya.

• Furunkel & karbunkel
Definisi :
Furunkel atau bisul adalah penyakit infeksi akut pada folikel rambut dan perifolikuler, bulat, nyeri, berbatas tegas yang berakhir dengan supurasi ditengah. Jika lebih dari satu disebut furunkulosis. Karbunkel ialah furunkel yang berkonfluensi ‘mata’ yang terpisah.
(cindy)
Etiologi : Staphylococcus aureus
GK :
o Nodul merah dan sakit
o Ukuran > 1-2 cm + central necrotic plug
o Nodule à lembek + pembentukan abses

o Pecah atau drainage pustula à membuang/ melepaskan jaringan nekrotik
o Multipel & penggabungan furunkel (Big Nodule) à carbuncle à multipel follicular orifices (saluran keluar) à keluarkan pus
Pemeriksaan :
Secara klinis, isolasi Staphylococcus aureus dgn PCR
-Pengobatan :
 Jika hanya beberapa buah, cukup dengan antibiotic topical. Jika banyak, diberikan antibiotic topical dan sistemik.
 Untuk furunkel dini dapat diberikan kompres air hangat dan antibiotic, misalnya golongan laktam, eritromisin, atau sefalosforin per oral dengan dosis 1-2 g/hari bergantung pada beratnya penyakit. Bila mengalami supurasi maka furunkel diinsisi.

09 Januari, 2010

blok 11 lbm 1.infeksi bakteri

LAPORAN SGD
LBM 1
Penyakit Infeksi


SGD 5

Aria Rahmadani
Febriana Pisca
Nisa Cendikiani
Purna Waluyojati
Radella Istiqomah
Rista Afriani
Tristiarina Agatri
Wahyu kusumaningtyas
Widia Febrianti
Yayuk C




UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2010



STEP 1
1. Infeksi : adanya suatu organism pada jaringan yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.
2. Bakteri : suatu divisi kingdom prokariotik, mikroorganisme prokariotik bersel tunggal yang dapat dilihat morfologinya dengan mikroskop.
3. Sirkulasi : peredaran, gerakan dengan arah yang reguler
4. Manifestasi oral : LI
STEP 2
• Infeksi bakteri pada system pernafasan, pencernaan , urinaria, dan sirkulasi
STEP 3
• Infeksi bakteri pada system pernafasan
1. TBC
 Etiologi : infeksi bakteri myobacterium tuberculosis
 Gejala Klinis : batuk yang tidak spesifik tetapi progresif, batuk yang menaun dan berlendir terutama saat bangun tidur, terdapat rasa sakit pada dada dan pada pungung, berat badan menurun dan badan semakin melemah dalam beberapa tahun, panas ringan pada sore hari dan berkeringat pada malam hari.
 Patofisiologi & cara penularan:
 Pemeriksaan : Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang : roentgen , pemeriksaan LED
 Manifestasi oral :
 Pengobatan :
Obat primer: INH / isoniazin, rifam pisin, etanbutol
Obat sekunder : eksionamik, sikloserin, amitasin
2. Pneumonia
 Etiologi : bakteri diplococus pneumonia
 Gejala klinis : nafas cepat dan sesak karena paru meradang secara mendadak yang beratnya ditandai dengan adanya batuk dan kesukaran bernafas disertai gejala sianosis central dan tidak dapat minum.
 Patofisiologi : udara masuk, pisca
 Pemeriksaan : auskultasi paru
 Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan darah tepi , jika fasilitas memungkinkan, pemeriksaan kultur darah, photo ronsen.
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : antibiotic, Yg parah diberikan : metafirin dan steroid, mencegah : vaksinasi, edukasi

3. Tonsilitis
 Etiologi : infeksi bakteri streptococcus
 Gejala klinis : nyeri tenggorokan , sakit menelan, loyo , halitosis, demam tinggi
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : antibiotic : penicillin , eritomicin , pengangkatan tonsil, jk penyebabnya bakteri antibiotic na per oral 10 hari

4. Bakterial pharingitis
 Etiologi : bakteri mikroplasma …..
 Gejala klinis : sakit tenggorok, mual, nyeri kepala
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : penicilin
5. Sinusitis
 Etiologi : streptococcus pneumonia….
 Gejala klinis : hidung tersumbat, batuk berkepanjangan, nyeri menelan
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan : pemeriksan fisik
 Pemeriksaan penunjang : CT scan dan MRI
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : amoksisilin, azithromycin, cotrimuxazole
6. Difteri
 Etiologi : corynebacterium difteriae
 Gejala klinis : timbul 1-4 hari setelah infeksi, nyeri tenggorok, penyumbatan laring atau faring oleh lender.
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : antibiotic : penicillin , eritromicin
7. Ispa


• Infeksi bakteri pada system pencernaan
1. Diare
 Etiologi :
 Gejala klinis :
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan :


2. Kolera
 Etiologi : infeksi bakteri vibrio colerae
 Gejala klinis : berak yang encer tanpa di dahului rasa mules dan berkali-kali disertai muntah saat berak, kejang otot perut yang sangat hebat, detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hipotensi,
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : harus segera diopnam  diberi obat tetracycline, doksicyclin, fibromycin


3. Disentri
 Etiologi : Sygella echerecia colli, camphilo bacter jejuni
 Gejala klinis : buang besar dg tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan bercampur lender atau mucus, nyeri saat buang air besar
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan tinja ( makroskopis,benzidin test, biakan tinja, pemeriksaan darah rutin)
 Manifestasi oral :
 Pengobatan :

• Infeksi bakteri pada system urinaria
1. ISK
 Etiologi : e. colli
 Gejala klinis : merah, ulcer di uretra, adanya nanah pada awal miksi
 Patofisiologi : …..
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : antibiotic yang dapat membunuh ….


• Infeksi bakteri pada system sirkulasi
1. Bacterial endocarditis
 Etiologi : streptococcus dan staphilococus
 Gejala klinis :
 Patofisiologi :…..
 Pemeriksaan :
 Pemeriksaan penunjang :
 Manifestasi oral :
 Pengobatan : terapi antibiotic profilaksis,


















STEP 4
Infeksi Bakteri

S pernafasan S. pencernaan S. urinaria S. sirkulasi
TBC Diare ISK Bacterial Endocarditis
Pneumonia Kolera Miocarditis
B. pharingitis Disentri Pericarditis
Sinusitis
Tonsilitis
difteri

Etiologi

Gejala Klinis

Patofis

Pemerisaan

Pengobatan


STEP 7
• Infeksi bakteri pada system pernafasan
1. TBC
 Etiologi : infeksi bakteri myobacterium tuberculosis, mycobacterium overcanum, m . kansasii
 Gejala Klinis : batuk yang tidak spesifik tetapi progresif, batuk yang menaun dan berlendir terutama saat bangun tidur, terdapat rasa sakit pada dada dan pada pungung, berat badan menurun dan badan semakin melemah dalam beberapa tahun, panas ringan pada sore hari dan berkeringat pada malam hari.
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnose secara klinik.
Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
 Patofisiologi dan cara penularan:
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi social ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

 Pemeriksaan : anamnesis, pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang : roentgen , pemeriksaan LED, tes kulit, pemeriksaan sputum, pemeriksaan serosidase, Uji tuberkulin.
 Manifestasi oral : ulserasi di sudut mulut dan dorsum lidah
 Pengobatan : pemberian antibiotik
Obat primer: INH / isoniazin, rifam pisin, etanbutol, pirazinamide
Obat sekunder : eksionamik, sikloserin, amitasin
 Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

2. Pneumonia
 Etiologi : bakteri diplococus pneumonia, streptococcus pneumonia, staphylococcus aureus,
 Gejala klinis : nafas cepat dan sesak karena paru meradang secara mendadak yang beratnya ditandai dengan adanya batuk dan kesukaran bernafas disertai gejala sianosis central dan tidak dapat minum.
Demam , batuk sputum, batuk produktif, menggigil, berkeringat, lelah, ……
 Patofisiologi :
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi½ dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik , benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas.

 Pemeriksaan : auskultasi paru, diagnosis
 Pemeriksaan penunjang :
- Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
- Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.
- Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
- Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
o Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
o Penebalan pleura pada pleuritis
o Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel

 Pengobatan : antibiotic, Yg parah diberikan : metafirin dan steroid, mencegah : vaksinasi, edukasi
3. Tonsilitis
 DEFINISI
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil (amandel).
Tonsilitis sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak.
 Etiologi : streptococcus pyogenes
Penyebabnya adalah infeksi bakteri streptokokuks atau infeksi virus (lebih jarang).
Tonsil adalah kelenjar getah bening di mulut bagian belakang (di puncak tenggorokan).
Tonsil berfungsi membantu menyaring bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi.
Tonsil bisa 'dikalahkan' oleh infeksi bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsilitis.
Infeksi juga bisa terjadi di tenggorokan dan daerah sekitarnya, menyebabkan faringitis.
 Gejala klinis : nyeri tenggorokan , sakit menelan, loyo , halitosis, demam tinggi
Gejalanya berupa nyeri tenggorokan yang semakin parah jika penderita menelan.
Nyeri seringkali dirasakan di telinga karena tenggorokan dan telinga memiliki persarafan yang sama.
Anak-anak yang lebih kecil biasanya tidak mengeluhkan tenggorokannya nyeri, tetapi mereka tidak mau makan.
Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala dan muntah.
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan : Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan penunjang :
Hitung darah lengkap dengan hitung jenis leukosit
Tes antibody heterofil
Swab tenggorok
Rontgent toraks
Dilakukan pembiakan apus tenggorokan di laboratorium untuk mengetahui bakteri penyebabnya.
 Manifestasi oral: tonsil membesar
 DD : pharingitis, radang tenggorok, limfoma, leukemia, tuberculosis, kanker
 Pengobatan : antibiotic : penicillin , eritomicin , pengangkatan tonsil, jk penyebabnya bakteri antibiotic na per oral 10 hari
Untuk Streptococus pyogenes : benzilpenisilin intravena bila infeksi berat, amoksisilin/ penisilinV orsl bils infeksi ringan atau sedang
Analgesia local( benzidamin/ aspirin kumur)
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) selama 10 hari. Jika anak mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.

Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika:
- tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih/tahun
- tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih/tahun dalam kurun waktu 2 tahun
- tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih/tahun dalam kurun waktu 3 tahun
- tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

4. Bakterial pharingitis
 Etiologi : bacterial pharingitis. Bakteri B-hemolitik grup A
Faringitis yang paling umum disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Grup A hemolitik. Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci Grup C, Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada anak-anak dan 5-10% padafaringitis dewasa.
 Gejala klinis : sakit tenggorok, mual, nyeri kepala, luka , adenophalgia, disphalgia, demam
 Patofisiologi :
 Pemeriksaan : pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang : kultur tenggorokan
 DD : tonsilitis
 Pengobatan : penicillin, eritromicin
5. Sinusitis
1. Sinusitis akut
Akibat obstruksi alian sekresi dari sinus yang menyebabkan infeksi, biasanya setelah initis alegi akut maupun konis juga akibat lain seperti deviasi septum nasal, polips, tumor, inhalasi polusi udara konis / penggunaan kokain, tauma facial, intubasi naso tacheal / fibrosis cistic

2. Sinusitis konis
Membran mukosa menjadi tebal secara pemanen akibat inflamasi lama atau berulang atau inflamasi. > dari 6 bulan

3 Sinusitis sub akut : < dari 6 bulan

 Etiologi : Streptococcus pneumoniae, haemophilus inluenza, diplococcus, bacteioides, infeksi anaerob.
Sinusitis sering timbul pada sinus maxillaris dan fontalis……
 Gejala klinis : Gejala sinusitis yang paling umum adalah sakit kepala, nyeri pada daerah wajah, serta demam. Hampir 25% dari pasien sinusitis akan mengalami demam yang berhubungan dengan sinusitis yang diderita. Gejala lainnya berupa wajah pucat, perubahan warna pada ingus, hidung tersumbat, nyeri menelan, dan batuk. Beberapa pasien akan merasakan sakit kepala bertambah hebat bila kepala ditundukan ke depan. Pada sinusitis karena alergi maka penderita juga akan mengalami gejala lain yang berhubungan dengan alerginya seperti gatal pada mata, dan bersin bersin.migren
 Patofisiologi : infeksi saluran napas atas  bakteri masuk  sinusitis
 Pemeriksaan : pemeriksan fisik, THT, aspirasi sinus
 Pemeriksaan penunjang : rontgent sinus, CT scan dan MRI, lavase antrum, antroskopi dan biopsi
 Manifestasi klinis : Pembengkakan dan kongesti nasal, headeache, facial pessure dan nyeri, tenderness, demam ingan, dan drainase puulen / darah.
 Pengobatan :
Antibiotic:
 Akut : amoksisilin, eritromisin/ koamoksiklav
 Kronik :
Dekongestan
Pembedahan
Kortikosteroid topical
6. Difteri
 Etiologi : Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
 Gejala klinis : timbul 1-4 hari setelah infeksi, nyeri tenggorok, penyumbatan laring atau faring oleh lender.demam, nyeri telan
 Patogenesis : Corynobacterium diptheriae relatif noninvasive dan menyebabkan reaksi inflamasi ringan pada tonsil. Virulensi berasal dari produksi eksotoksin poten yang menghambat sintesis protein dengan mempengaruhi mRNA. Secara local hal tersebut menyebabkan nekrosis epitel, perlekatan membrane, dan edema sekitarnya. Dengan semakin banyak toksin yang dihasilkan, toksin tersebut diabsorbsi dari membrane ke dalam aliran darah sehingga mempengaruhi jantung dan saraf. Toksin tersebut diabsorbsi dari membrane ke dalam aliran darah sehingga mempengaruhi jantung dan saraf. Toksin mudah diabsorbsi dari tenggorok, tetapi hanya sedikit diabsorbsi dari hidung, laring/ kulit. Strain nontoksigenik dari C. diptheriae mendapat kemampuan untuk menghasilkan toksin bila terinfeksi dengan bakteriofag yang mengkode gen toksin.
 Pemeriksaan : apus tenggorokan
 Pemeriksaan penunjang : EKG
 Pencegahan : vaksin DPT ( anak2) & dewasa (DT)
 Dd : laryngeal diptheri
 Manifestasi klinis :
Demam
Kram perut
Diare disertai darah, pus
 Pengobatan : antibiotic : penicillin , eritromicin, antitoksin, kortikosteroid

• Infeksi bakteri pada system pencernaan
1. Diare
 Etiologi : Clostridium difficile
 Manifestasi klinis :
Diare umumnya mulai terjadi 4-10 hari ( hingga 4 minggu) setelah penggunaan awal antibiotic
Tinja biasanya cair
Keparahan bervariasi dari diare ringan hingga yang parah
Demam, nyeri dan nyeri tekan perut , serta leukositosis umum terdapat pada kasus berat.
 Patogenesis :
C. difficile menghasilkan 2 jenis eksotosin: enterotoksin A & sitotoksin B yang dapat menyebabkan inflamasi mukosa kolon dan sekresi cairan.
Terapi antibiotic mengganggu flora normal usus dan mempermudah C. difficile untuk berkembangbiak dan menghasilkan toksin.
 Pemeriksaan : anamnesis
 Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan tinja, sigmoidoskopi, biopsy rektum
 Pengobatan :
Di rumah sakit, pasien terinfeksi harus dirawat di bawah tindakan pencegahan enteric yang ketat
Kasus ringan hanya membutuhkan penghentian antibiotic. Pada kasus lainnya vankomisin / metronidazol oral cukup efektif
Rekurensi multiple sulit untuk diobati
Obat antimotilitas sebaiknya dihindari
 Perawatan Anak yang mengalami diare berat dan lama yang disertai dengan demam, muntah, atau nyeri perut atau yang kotorannya terdapat darah atau lendir harus segera dibawa ke dokter. Walaupun anak tidak menunjukkan gejala-gejala di atas tetapi anak tampak mengalami dehidrasi dengan tanda-tanda mulut dan lidah kering, kulit yang kering dan pucat, mata cowong, penurunan aktivitas (tampak mengantuk atau lelah), dan menurunnya jumlah kencing dari biasanya juga harus segera dibawa ke dokter.Perawatan utama terhadap anak yang mengalami diare adalah pemberian cairan yang adekuat dengan cairan yang sesuai. Cairan ini dapat diberikan baik melalui mulut ataupun melalui infus bila anak mengalami dehidrasi sedang sampai berat. Bayi dan anak kecil sebaiknya tidak diberi cairan berupa air saja karena air tidak mengandung garam dan mineral serta zat gizi yang diperlukan.Prinsip utama perawatan diare adalah penggantian cairan serta garam dan mineral yang hilang melalui kotoran, muntah dan demamnya. Perkiraan jumlah cairan yang hilang dan beratnya muntah serta diare akan menentukan jenis terapi yang akan diberikan oleh dokter.
2. Kolera
 Etiologi : infeksi bakteri vibrio colerae
 Manifestasi klinis : berak yang encer tanpa di dahului rasa mules dan berkali-kali disertai muntah saat berak, kejang otot perut yang sangat hebat, detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hipotensi,
Gejala yang khas : muntah dan diare cair yang banyak dengan onset mendadak disertai kram perut , tidak terjadi demam.
Tinja berwarna putih-kekuningan dengan bintik lendir dan volume hariannya sering mencapai bbrp liter
Dehidrasi cepat yang menyebabkan syok dan kematian dapat terjadi dalam bbrp jam
Kasus ringan dan tampak juga terjadi
Diare menghilang dan menyembuh dalam bbrp hari
 Gejala dan Tanda Penyakit Kolera
Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2 minggu belum merasakan keluhan berarti, Tetapi saat terjadinya serangan infeksi maka tiba-tiba terjadi diare dan muntah dengan kondisi cukup serius sebagai serangan akut yang menyebabkan samarnya jenis diare yg dialami.

Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan, antara lain ialah :
- Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
- Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
- Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
- Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
- Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
- Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
- Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
 Patogenesis :
Diare disebabkan oleh aksi toksin kolera (suatu enterotoksin) melalui stimulasi jalur adenilat siklase/ AMP siklik dan kemungkinan melalui factor sekretori lainnya
Imunitas local pada usus yang melawan spesifik terbentuk setelah pemulihan.
 Penyebaran Penularan Penyakit Kolera
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Meskipun sudah banyak penelitian bersekala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kedokteran modern. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.

Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri kolera, Bahkan air tersebut (seperti disungai) dijadikan air minum oleh orang lain yang bermukim disekitarnya.
 Pemeriksaan : pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang :mikroskopi lapang gelap, kultur jaringan, probe DNA dan perangkar diagnostic berbasis PCR
 Pengobatan : harus segera diopnam  diberi obat tetracycline, doksicyclin, fibromycin
Penggunaan dini suplemen rehidrasi oral untuk mengoreksi kehilangan cairan dan elektrolit.
Pasien dehidrasi berat harus mendapatkan cairan intravena
Siproflaksin / norfloksasin
 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kolera
Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan penaganan segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang terjadi.

Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia. (massachusetts medical society, 2007 : Getting Serious about Cholera).
 Pencegahan Penyakit kolera
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.

Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.
3. Disentri
 Etiologi : s. dysentriae tipe 1, salmonella, campylobacter jejuni
Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella [2].
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
Salmonella
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi

 Gejala klinis : buang besar dg tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan bercampur lender atau mucus, nyeri saat buang air besar
 Gejala-gejala disentri antara lain adalah:
• Buang air besar dengan tinja berdarah
• Diare encer dengan volume sedikit
• Buang air besar dengan tinja bercampur lender(mucus)
• Nyeri saat buang air besar (tenesmus)

 Patogenesis :
Setelah masuk organism menginvasi mukosa kolon dan menyebabkan inflamasi, ulserasi, perdarahan, dan pengelupasan serta sekresi cairan
Sd 1 jg memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan mikroangiopatisehingga terhadi syndrome hemolitik-uremik dan purpura trombositopenik trombotik.
 Pemeriksaan : pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang : kultur tinja
 Manifestasi klinis :
Banyak infeksi tidak tampak atau bersifat ringan
Penyakit dimulai dari malaise, rasa tidak nyaman di perut, dan diare cair
Pada kasus berat timbul gambaran klasik disentri : demam , kram perut berat, tenesmus, keluarnya tinja dengan volume yang sangat sedikit yang hanya mengandung darah, pus, dan lender
Sering terdapat karier konvalesens setelah pemulihan secara klinis namun biasanya menghilang dalam 8 minggu.
 Pengobatan :
Sebagian besar kasus bersifat ringan dan hanya membutuhkan perhatian terhadap asupan cairan oral yang adekuat.
Infeksi berat membutuhkan antibiotic: siprofloksasin ( dewasa) dan trimetoprim ( anak-anak)
• Infeksi bakteri pada system urinaria
a. ISK
 Etiologi : Penyebab utama ISK (sekitar 85%) adalah bakteri Eschericia coli (Coyle & Prince, 2005).
 Gejala klinis :
- Sakit di perut bagian bawah, di atas tulang kemaluan
- Kencing sakit terutama pada akhir kencing
- Anyang-anyangan atau kencing tidak tuntas dan rasa masih ingin kencing lagi. Walaupun bila dicoba untuk berkemih
tidak ada air kemih yang keluar.
- Sering berkemih
- Jika infeksi sudah berlanjut jauh, bisa demam.
 Gejala ISK
Tidak semua penderita merasakan gejala ISK tapi umumnya ada satu gejala yang mereka rasakan walau tidak terlalu menganggu. Gejalanya antara lain, sering kencing dan kesakitan saat kencing, rasa sakit sampai terbakar pada kandung kemih.
Pada perempuan merasakan ketidaknyamanan pada tulang kemaluan. Umumnya orang yang menderia ISK akan selalu ingin kencing tetapi kencing yang dikeluarkan sangatlah sedikit.
Air kencingnya sendiri bisa berwarna putih, cokelat, kemerahan. ISK tidak akan menyebabkan demam selama masih menginfeksi urethra dan kandung kemih, demam muncul bila ginjal sudah kena. Gejala lain saat ginjal terinfeksi adalah adanya rasa sakit pada punggung, mual, atau muntah.

 Patofisiologi :
Pertama tama, bakteri akan menginap di urethra dan berkembang biak disana. Akibatnya, urethra akan terinfeksi yang kemudian disebut dengan nama urethritis. Jika kemudian bakteri naik ke atas menuju saluran kemih dan berkembang biak disana maka saluran kemih akan terinfeksi yang kemudian disebut dengan istilah cystitis. Jika infeksi ini tidak diobati maka bakteri akan naik lagi ke atas menuju ginjal dan menginfeksi ginjal yang dikenal dengan istilah pyelonephritis.
Mikroorganisme seperti klamidia dan mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK namun infeksi yang diakibatkan hanya terbatas pada urethra dan sistem reproduksi. Tidak seperti E. coli, kedua kuman ini menginfeksi orang melalui perantara hubungan seksual.

 Pemeriksaan : pemeriksaan fisik lengkap
 Pemeriksaan penunjang :tes laboratorium, tes urin
ISK bag atas
Kultur darah
Hitung darah lengkap, LED, hitung jenis leukosit
Profil biokimia
Rontgent toraks
Semua
Urin porsi tengah untuk mikroskopi, kultur dan sensitivitas.
 Pengobatan :
Semua
ISK bag atas : antibiotic intravena : sefuroksim
ISK bag bawah : antibiotic oral : trimetoprim, koamoksiklav, siprofloksasin
 Pengobatan ISK
Infeksi saluran kencing diobati dengan obat obatan antibiotika. Pilihan obat dan lamanya pengobatan terggantung dari lamanya infeksi dan jenis kumannya. Bila memang gejala diatas muncul, sebaiknya segera ke dokter untuk memperoleh pengobatan.
 Pencegahan ISK
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah ISK antara lain :
• Minumlah banyak cairan setiap hari.
• Segeralah kencing bila ingin kencing, jangan hobi menahan kencing.
• Untuk perempuan saat cebok, basuhlah dari depan ke belakang bukan sebaliknya.
• Pilihlah shower saat mandi dibandingkan dengan bath tub.
• Bersihkan kelamin saat akan berhubungan intim.
• Hindari penggunaan cairan yang tidak jelas manfaatnya pada alat kelamin. Cairan ini dapat mengiritasi urethra.
• Infeksi bakteri pada system sirkulasi
Endokarditis Bakterial adalah penyakit infeksi oleh organisme pada permukaan endokardial atau jaringan endothelial jantung, termasuk katup jantung (baikyang alami atau prostetik), endokardium muralis, korda tendinae atau defek septum (Talib 2001, Keith 2000, Gerardo 2003)
o Etiologi
Endocarditis:
 Streptococus viridians
 Staphylococus aureus : endokarditis sub akut
 Coxiella burnetti
 Streptococus pyogenes
Miokarditis
 Streptococcus pyogenes
 Staphylococus aureus
 Corynebacterium diptheriae

Perikarditis
 Staphylococus aureus
 Demam reuma
 Myobacterium tuberculosis
o Pemeriksaan penunjang u ke3 infeksi :
i. Hitung darah lengkap, hitung jenis leukosit, dan LED
ii. Profil biokimia
iii. Rontgent toraks
iv. MI
v. EKG
vi. Ekokardiogram
o Pengobatan
Endokarditis
- Antibiotic IV:
 S. viridians : benzylpenisilin, penisilin
 S. aureus : flukloksasilin
 E. faecalis : ampisilin
 Dengan gentamisin insial slm 2 minggu (S. viridians) / 4 minggu (E. faecalis dan S. aureus) diikuti oleh antibiotic oral selama 4 minggu
- Pembedahan pada kasus inkompetensi katup akut
Miokarditis
- Obat antimikroba bila penyebab spesifik telah teridentifikasi
- Imunosupresif bila penyakit berat dan diperkirakan terdapat etiologi virus
Perikarditis :
- Obat antimikroba ( rifampizin, isoniazid, ertambutol, dan pirazinamideuntuk perikarditis tuberculosis
- Aspirin/ obat2 anti-infllamsi nonsteroid lainnya
o Manifestasi klinis
- Demam (biasanya derajat rendah), berkeringat, gejala menyerupai influenza( mialgia, artralgia, malaise) dan penurunan BB
- Jari tubuh (20%), splenomegali(50%) , dan anemia(80%)
- Perubahan bising jantung
- Perdarahan splinter, lesi kulit vaskulitik, nodus Osler, Roth spot, petekie membrane mukosa
- Bukti adanya embolisme mayor
 Pemeriksaan Penunjang Endokarditis
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis (neutrofilia), anemia normositik normokrom, peningkatan laju endap darah (LED), immunoglobulin serum meningkat, uji fraksi gamaglobulin positif, total hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, C-reactive protein walau tidak spesifik meningkat, faktor rheumatoid positif, serta kadar bilirubin darah sedikit meningkat. Pada pemeriksaan urin didapat proteinuria dan mikrohematuria (Keith 2000, Gerardo 2003,).
Yang terpenting adalah kultur darah untuk menentukan mikroorganisme penyebab yang sedikitnya dua kali memberikan hasil yang sama dan uji resistensi antibiotik untuk menentukan antibiotik yang tepat (Keith 2000, Gerardo 2003).
Elektrokardiografi (EKG) diperlukan untuk mencari infark yang tersembunyi yang disebabkan emboli atau vegetasi pada arteri koronaria dan gangguan hantaran yang disebabkan oleh endokarditis(Soparman 1987).
Ekokardiografi diperlukan untuk melihat vegetasi pada katup aorta terutama vegetasi yang besar (>5 mm), melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif, mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis seperti prolaps mitral, dan melihat penutupan katup mitral yang lebih dini yang menunjukan kerusakan pada katup aorta(Soparman 1987).
Photo thoraks penting dilakukan untuk mencari tanda – tanda gagal jantung kongestif sebagai salah satu komplikasi(Soparman 1987).